Tampilkan postingan dengan label tafakur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tafakur. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 April 2013

Mukjizat

Mukjizat

Sempat ramai kemarin di hari kematian Ustdaz Jefri, ada hoax tentang bahkan awan pun berdoa. Ya, ini hanya satu dari sekian banyak berita-berita yang sebelumnya pun sempat ramai, bukan kenapa-kenapa, karena masyarakat kita memang menyenangi hal ini.

Keajaiban-keajaiban mistis seringkali dikaitkan dengan keyakinan spiritual, bagi muslim, kita lebih mengenalnya dengan mukjizat, karomah, dan sebagainya. Namun, yakinlah bahwa umat tidak dibangun atas hal-hal seperti itu.

Masyarakat Indonesia mungkin hampir sama dengan umat Bani Israil zaman Nabi Musa dulu, ya sama-sama menyenangi hal-hal yang berbau “ajaib”. Lihatlah Bani Israil, mereka adalah ahli sihir, ahli nujum, tabir mimpi, dan mereka kalah oleh, Nabi Yusuf seorang ahli mimpi terhebat, Nabi Musa seorang yang mengalahkan ahli sihir dan pemilik Mukjizat terhebat, dan Nabi Sulaiman seorang yang pemimpin yang memiliki prajurit-prajurit yang sakti, bahkan Nabi Isa seorang yang mampu menghidupkan kembali yang telah mati, (semua dengan izin Allah). Kesimpulannya, mukjizat sebenarnya adalah sebuah bahasa tertentu yang dikaruniakan Allah untuk umat.

Bagaimana dengan Nabi Muhammad..?? Hadis riwayat Anas ra.: Bahwa penduduk Mekah meminta kepada Rasulullah saw. untuk diperlihatkan kepada mereka satu mukjizat (tanda kenabian), maka Rasulullah saw. memperlihatkan kepada mereka mukjizat terbelahnya bulan sebanyak dua kali. (Shahih Muslim No.5013)

Namun apa yang terjadi..?? kamu musyrikin mekkah tetap saja kafir, mereka mengatakan itu adalah sihir yang menipu mata, intinya seberapa pun hebat mukjizat yang ditunjukan Rasulullah dengan Izin Allah, itu tidak akan berpengaruh banyak sebab tingkat peradaban mekkah saat itu yang sudah mulai lebih tinggi, dengan mulai mengutamakan hal-hal yang lebih rasional. Maka dakwah Nabi Muhammad pun lebih focus ke ranah rasional, seperti akhlak dan penegakan syariat, misalnya.
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Al Bazzaar)

Begitu pun halnya karomah, saat SD saya seringkali di beri tahu oleh guru tentang definisi karomah, mungkin berikut ilustrasinya..
“keajaiban yang ada pada diri Rasul..??? (anak-anak serentak menjawab) Mukjizat..!!”
“keajaiban yang ada pada wali Allah..?? Karomah..!!”
Apakah salah..?? tidak juga karena memang karomah itu kebanyakan (atau mungkin yang kita tahu) ya berbentuk keajaiban. Tapi hal ini pun mesti diluruskan, karomah yang berbentuk keajaiban bukan pra-syarat untuk memperoleh derajat ke-wali-an.

Sering saya pun mendengar komentar orang fanatic seperti ini,” kalau ngaku wali, mana karomahnya..???” hmmm, sulit juga kalau ketemu yang seperti ini, ini mungkin akibat terlalu sering mendengar cerita Wali songo, yang salahnya, malah mengkaji tentang keajaiban-keajaiban mereka, bukan metode dakwah, akhlak, dan ilmunya yang mestinya lebih bisa kita tiru, dibanding keajaiban-keajaiban semisal terbang atau kebal akan senjata.

Ya, Wali Songo adalah wali Allah, pengemban dakwah, tapi jangan salah juga kita percaya mereka wali kalau sudah dengar cerita ke karomahan nya, kurang tepat juga.

Yang perlu diluruskan adalah, adanya beberapa lembaga pendidikan (biasanya tradisional) yang membuka majlis Ilmu, tapi dengan hasil akhir keajaiban-keajaiban itu tadi. Setelah menghapal anu akan kebal senjata, setelah tamat kitab anu akan bisa melihat ghaib, setelah mengamalkan amalan anu akan mampu meringankan segala hal.

InsyaAllah akan berlanjut ke bagian 2, kesimpulannya, Mukjizat, Karomah adalah kebesaran Allah, hal tersebut adalah bahasa untuk kita agar lebih memahami tentang Islam. Mereka adalah metode bukan hasil akhir.

Wallahu a'lam

lanjut ke part 2
Belajar Rendah Hati

Belajar Rendah Hati

Sebenarnya sudah beberapa minggu ini kepikiran untuk menyusun artikel ini, tapi karena banyak pertimbangan, akhirnya terus molor.. bukan kenapa-kenapa ini termasuk isu yang sensitive. Tertarik untuk membahas hal ini adalah disaat mendengar kajian Ma’rifatullah yang setiap malam jumat (kamis malam) dilaksanakan di masjid DT, pimpinan Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym.

Nah, di suatu kesempatan, Aa Gym berkesempatan menerima tamu, Syeikh Rajab namanya. Ya namanya juga syeikh pasti seorang yang terpercaya ilmu dan kapasitas ucapannya. Tipikal Syeikh, dan tipikal orang-orang berilmu lainnya juga saya kira, beliau orang yang sangat thawadhu, sangat rendah hati.
Kali ini Aa memulai kajian dengan memanjatkan do’a serta pujian, belum apa-apa isak tangis sudah mulai terdengar, Subhanallah, Air mata yang bagi sebagian orang sangat mahal. Beruntung bagi Aa Gym yang amat mudah meneteskan air mata, dalam penyebutannya akan nama Allah, ini bukan sebuah air mata yang sia-sia Insya Allah.

Nah, disaat mulai kajian ma’rifatulloh tersebut terjadi dialog antara Aa dan Syeikh Rajab. Dialog antara syeikh dan Aa yang sangat terkesan dan memoriable, dalam bahasa arab tentu nya..
“Silahkan Syeikh,anda tausiyah..”
“jangan saya.. anda saja.. saya kesini sengaja untuk belajar dari anda..” mendengar kalimat ini saya, hati saya bergetar.. Ya Allah betapa rendah hatinya beliau.
“jangan begitu syeikh.. siapa saya.. nggak pantas saya tausiyah dihadapan anda..” Ucapan Aa mulai bergetar, saya turut merasakan getaran itu, siapa juga orang yang mampu berceramah dihadapan orang sekaliber syeikh, ini seperti disuruh presentasi kajian ilmiah dihadapan professor, hanya lebih berat.
“jangan.. jangan.. anda yang lebih berhak.. saya adalah murid anda kali ini..” lagi-lagi syeikh Rajab menggambarkan kerendah hatiannya yang luar biasa.

Aa terdiam, dan mulai tausiyah tapi hanya 10 menit, setelah itu Aa berhenti, dan tidak sanggup melanjutkan. Terjadi keadaan seperti itu, menyadari aa yang sudah mulai tak sanggup berkata-kata, Syeikh Rajab mengambil suara,

“Subhanallah, inilah yang saya kagumi dari Aa Gym, beliau amat rendah hati, kelembutan hatinya mencerminkan betapa dia amat mengenal Allah, amat menyadari bahwa diri ini tidak ada apa-apanya dihadapan Allah, maka pantas jika sebut beliau sebagai Wali Allah…” terdiam sejenak.
“banyak orang menyangka apa yang saya katakan ini hanya basa-basi, memuji tanpa arti, tidak..!! seumur hidup saya, saya tidak pernah memuji seseorang pun langsung dihadapannya.. seumur hidup saya baru kali ini saya memuji orang langsung dihadapannya.. Aa Gym memang pantas..”

Saya sendiri mendengar pernyataan ini terdiam sejenak, Subhanallah, sebuah pelajaran tentang kerendahan hati dari dua orang sosok besar.. dua orang yang telah berjasa dalam perjuangan penegakan Syiar dakwah di dunia. Membandingkan diri ini yang begtu hina, kerdil, dan lemah, ah bodoh sekali jika masih ada rasa sombong dalam hati.

Kajian tersebut selesai 15 menit lebih cepat dari biasanya, sampai akhir kajian Aa Masih terdengar speechless, terasa sekali thawadu-nya, semoga Allah memuliakan mereka berdua.

Wallahu a’lam

Selasa, 02 April 2013

Kethawaduan sang imam

Kethawaduan sang imam

“Kesederhanaan mengecap kekayaan..” lirik nasyid dari in team ini mungkin sangat tepat disandingkan dengan karakter Imam Syekh AlGhamidi. Saya pribadi hanya berkesempatan menatap beliau dua kali, tapi dari pancaran raut wajahnya, cara ia berbicara, Nampak jelas ke thawaduan beliau, belum lagi hal ini dikuatkan oleh pemberitaan dari media Republika, yang mengawal sejak dari kedatangan sang Imam.

Pertama kali menatap beliau saat di Mesjid Attaqwa, cara beliau masuk masjid, cara beliau memberikan tausiyah, cara beliau berjalan meninggalkan kami, nampak sekali betapa tawadhu-nya beliau. Mengawali tausiyahnya ia menuntun kami membaca alfatihah, per ayat. Sekali lagi, bayangkan betapa luar biasanya perasaan saya dituntun bacaan Al-Qur’an oleh seorang Imam Besar Mesjidilharam dan Mesjid Nabawi. Singkatnya dalam tausiyah beliau mengingatkan kami tentang makna surat Al-‘Ashr.

“Bahkan Allah pun bersumpah atas nama waktu, ini menunjukan hal ini adalah serius.. perkara yang amat serius… perkara itu adalah.. Manusia dalam keadaan merugi. Kecuali, orang yang beriman, beramal sholeh, mengingatkan dalam kebenaran, dan saling mengingatkan dalam kesabaran..” demikian kutipan syekh dalam menyampaikan tausiyahnya.

Lalu seberapa tawadhu beliau..?? perhatikan beberapa artikel berikut..




Berkali-kali ustadz yusuf Mansur mengingatkan, saat syekh meninggalkan masjid, para jamaah diharap untuk tidak berdiri, mencium tangan, cukup memandang wajah beliau, dan cukup mendo’akan saja. Bukan kenapa-kenapa, tapi hal ini untuk menjaga ke tawadhuan beliau, dan tentu saja menjaga keamanan jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Lagi pula sebuah hadist menyebutkan,

HR. Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 977 ),Al-Albani mengatakan : Shahih

Syeikh alghamidi mulai melangkah meninggalkan masjid, melalui area tengah hingga siapapun jamaah bisa memandangnya. Bersahutan shelawat, dan takbir mengiringi kepergian sang imam.

Terdengar jelas namun pelan, syeikh berkata..

“Shollu ‘ala Muhammad..”
setetes embun di terik panas..

setetes embun di terik panas..


inilah yang saya rasakan selepas mengikuti rangkaian kegiatan wisuda akbar ini. Ditengah pesimisnya keadaan negeri, ini seperti sebuah oase yang amat menyegarkan. Ribuan tahfidz telah diwisuda, jutaan lainnya siap dilahirkan. Gelora umat akhir zaman seperti yang dijanjikan Rasulullah, menjadi bagian dari negeri ini.

Ustadz Yusuf Mansur mengatakan,”InsyaAllah, kedepan kita akan mengalahkan Gaza, kita akan mengalahkan Gaza dalam hal melahirkan Tahfizh-tahfizh.. jika Gaza, negeri yang terjajah, saja mampu melahirkan ribuan tahfizh, maka kita seharusnya mampu melahirkan jutaan tahfizh..”

Sebuah visi yang luar biasa, memang kita memasuki fase dimana telah dijanjikan Rasulullah. Sebagai Fase kebangkitan islam di akhir zaman, saat Rasul sendiri menjanjikan Islam akan Berjaya dari ujung timur sampai ujung barat, maka kali ini wisuda akbar di GBK semoga menjadi saksi dan menjadi bukti akan terealisasinya visi ini.

Sejatinya ini bukan hanya isapan jempol semata, ratusan bahkan ribuan tahfizh yang hadir di acara ini adalah bukti jika visi ini bukan hanya sekedar mimpi disiang bolong saja. Sekaligus ini pun membuncahkan semangat, rasa optimis yang terpendam, dan rasa kemenangan atas semua fitnah akhir zaman.

Seperti yang Ustadz Yusuf Mansur katakana, “semoga negeri ini bukan negeri darurat korupsi, semoga negeri ini bukan pula negeri darurat zina, semoga negeri ini bukan negeri darurat narkoba, tapi semoga negeri ini menjadi negeri darurat AL-Qur’an..” negeri yang dengan sigap mencetak jutaan tahfizh dan mujahid yang siap menguasai dunia.

Ini bukan mimpi..

Kamis, 28 Maret 2013

Idealis vs realistis

Kujatuhkan pandangan kulihat jurang dalam
Penuh dengan onak duri yang amat mengerikan
Ku dongakan kepala kulihat langit tinggi
Terbentang luas tiada bertepi

(Hijjaz – Damai Nan Indah)

Eits tunggu dulu, ini bukan artikel review nasyid ya, dan lagi pula nggak ada kaitannya sama sekali dengan makna nasyid diatas.. hehe.. saya hanya suka saja dengan ilustrasi yang disampaikan Hijjaz dalam salah satu nasyidnya ini.

Perumpamaannya memang tidak jauh berbeda, idealism itu seperti menatap langit, sementara realistis itu menatap bumi. Manusia dengan segala dinamika nya pun tidak bisa total memilih satu bagian, meski dominan realistis atau idealis selalu ada bagian dirinya yang memiliki sifat berlawanan.

Mungkin tidak salah juga jika saya mengatakan bahwa ini termasuk kedalam fitrah pasangan, seperti siang-malam, gelap-terang, baik-buruk, maka idealis-realistis adalah sebuah keniscayaan akan kesempurnaan. Jika ini adalah, katakanlah, fitrah yang ada di setiap individu, persoalannya lebih baik mana yang harus didominankan..??

Erat kaitannya kecerdasan emosional, pengendalian diri termasuk waktu yang tepat saat kita berfikir idealis dan realistis menjadi penting untuk dikuasai. Namun, karakter setiap individu pun turut serta berpengaruh dalam menentukan hal ini. Contoh, sifat obsesif, agresif, dan yang lain sebagainya.

Kembali ke ilustrasi di atas, contoh penggunaan idealis-realistis. Saat kamu mendaki gunung, okelah jika kita senang melihat puncak, sesekali sebagai pemicu semangat ditengah gempuran lelah, sah-sah saja sebagai bentuk idealis kita meraih puncak, tapi jangan lupa, lihat pula jalur pendakian, tebing dan jurang yang menghadang, saat mendaki mendongak memang asyik, tapi menunduk saya kira lebih penting.

Persoalannya selanjutnya adalah dimana seharusnya idealis-realistis adalah pasangan sejati, ini malah menjadi pasangan yang saling membantai. Kembali ke ilustrasi pendakian tadi, idealnya adalah sampai puncak, tapi bagaimana saat jurang menghadang..??? pulang, loncati, atau cari jalan baru..??

Idealnya saat kita punya visi, cita-cita, dan sebuah keinginan, adalah mewujudkannya, tapi terkadang kita lupa realistis, kita lupa antisipasi akan kenyataan yang akan kita hadapi. Ingat..!! realistis bukan pesimis, justru ia adalah sebuah dorongan untuk mencari alternative lain untuk mewujudkan idealism nya. Idealism tanpa realistis sama saja bunuh diri, ia akan meloncati jurang yang ada demi sampai puncak. Realistis tanpa idealis sama riskan, susah rasanya mencapai puncak, yang ada pulang saja. Pasangan idealis-realistis, ia akan mencari jalan baru untuk menggapai puncak.

Wallahu a’lam\

sumber gambar

Rabu, 27 Maret 2013

RUU Santet, Zina, dan Ushul Fiqh..

RUU Santet, Zina, dan Ushul Fiqh..


Artikel ini sebenarnya hanya kutipan dari yang disampaikan Ust. Mustafa Yakub di acara Indonesia Lawyer Club di TV *ne, dan artikel ini pun tidak juga mewakili pandangan penulis terhadap dua kasus seperti yang tersebut di judul di atas, yaitu Santet dan Zina, karena Islam sudah jelas mengatur akan hal ini. Namun, problemnya adalah saat perkembangan tekhnologi, budaya, dan peradaban terus kian berkembang sehingga membutuhkan sebuah metode baru dalam hal menegakkan syariat.

Belalah (tolonglah) kawanmu baik dia zalim maupun dizalimi. Apabila dia zalim, cegahlah dia dari perbuatannya dan bila dia dizalimi upayakanlah agar dia dimenangkan (dibela). (HR. Bukhari)

Inilah hadits yang disampaikan ust. Mustafa Ya’kub dalam pernyataannya di acara tersebut. Pengertian akan hadits ini merupakan sebuah dalil akan ushul fiqh yang menyatakan bahwa hukum itu semestinya mendorong untuk pencegahan, bukan hanya sekedar penghukuman. Dalam hal pengajuan RUU Zina dan Santet pun, ustadz berpendapat ini adalah sebuah bentuk pencegahan, karena ada sebuah ancaman atas tindakan zalim (Santet dan Zina) tersebut. Maka dalam penyusunan RUU KUHAP tentang dua kasus ini pun mestinya dipahami sebagai bentuk pencegahan.

Kaidah ushul fiqh mengatakan,
“Segala sesuatu itu halal, sebelum ada aturan (syariat) yang melarang”
Oleh karena ini juga, maka RUU ini sebagai bentuk aturan ketegasan dalam hal santet dan zina. Sederhananya, selama ini Santet dan Zina, setidaknya di aturan Negara, diperbolehkan sebab tidak ada satu pun undang-undang yang mengatur akan hal ini.

Bergerak ke tahap selanjutnya, problem yang lebih kompleks dari dua kasus ini adalah metode pembuktian. Jika fiqh mengatakan butuh setidaknya 4 orang saksi dalam kasus zina, maka di zaman serba modern ini setidaknya butuh tambahan 1 orang saksi ahli diantara 4 orang itu, bisa jadi untuk membuktikan secara biologis akan adanya kasus perzinahan. Namun, aturan ini pun tidak serta merta dapat berlaku ditengah degradasi moral, dan kebobrokan social politik yang saling menjatuhkan, aturan ini menjadi riskan untuk disalah gunakan, maka dibutuhkanlah sebuah system yang benar-benar efektif.

Persoalan serupa pun dengan santet, problem metode pembuktian dalam kasus santet belum ditentukan alternatifnya, sebab ini berbicara dalam ranah ghaib yang irrasional. Hukum perundang-undangan membutuhkan pembuktian yang rasional, apa jadinya jika pembuktian irrasional ini sampai di pengadilan..??


Minggu, 17 Maret 2013

Damage Control Personal ala Nabi

Damage Control Personal ala Nabi


Dalam sebuah perusahaan, atau organisasi mestinya kita mengenal dengan istilah yang satu ini, Damage Control. Ini adalah sebuah system yang berjalan jika keadaan darurat terjadi, entah karena rugi, system crash, atau human error. Jika dalam skala luas dan besar seperti di perusahaan tadi, maka Damage Control adalah sebuah urutan aturan yang yang bersifat darurat dan solutif.

Namun ternyata, Damage Control ini tidak hanya berlaku bagi organisasi saja, ini jauh lebih dibutuhkan untuk setiap personal perorangan. Kenapa..?? karena, bagaimana pun juga sebuah organisasi mewakili sekumpulan individu-individu yang saling mempengaruhi, terlebih seorang pemimpin. Ia harus memiliki Damage Control terbaik dari anggota yang lainnya.

Persoalannya, setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ia memiliki kekhasan, keunikan, dan sifat yang mengharuskan menyelesaikan masalahnya dengan kemampuannya sendiri. Karkateristik psikologis yang berbeda inilah yang melahirkan berbagai reaksi yang berbeda pula di setiap individu, ada yang marah, murung, galau, putus asa, depresi, atau bahkan sampai sakit secara fisik.

Karena itu pulalah, sebelum kita menerapkan satu metode Damage Control didalam diri kita, ada baiknya kita mengenal dulu siapa diri kita. Jika kita tidak mampu memeriksakan diri ke psikolog, ya cukuplah dengan sekedar mengetahui kebiasaan dan respon diri saat situasi terburuk terjadi pada diri kita.

Metode Nabi

Nah salah satu respon yang seringkali ada saat situasi buruk terjadi adalah marah, menurut saya metode ini pun bisa saja berlaku untuk keadaan selain marah, seperti stress, depresi, putus asa, dan galau mungkin. Langsung saja, ada 3 cara yang dianjurkan Nabi,

“Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring.” [HR. Ahmad]

1.  Duduk
Sebelum mengambil sikap duduk, biasakan untuk diam barang 30 detik atau lebih dari itu. Diam saja, jangan berbicara, dan kosongkan pikiran. Atur nafas, lembutkan pandangan, lenturkan semua syaraf-syaraf yang menegang. Setelah itu barulah duduk, masih sambil mengatur nafas, dan mulailah mencari solusi terbaik selain dari marah-marah.

2.  Berbaring
Ini bermaksud agar tubuh bisa lebih rileks lagi, jika kemarahannya memang lebih besar. Pada dasarnya hampir sama dengan metode atas, tapi berbaring ini memiliki kelebihan lain. Tidak ada satu pun syaraf yang menegang secara fisik. Jika berdiri, maka kaki menopang keseluruhan badan, yang berakibat, menekan tulang punggung, leher, dan berujung ke otak. Begitu pun saat duduk, meski beban tidak sebesar saat berdiri, tapi tetap saja tulang punggung masih menopang beban, yang berpengaruh pula pada tekanan di otak. Nah berbaring, hampir tidak ada beban sama sekali di tulang punggung, maupun di otak.

3.  Berwudhu
Jika, duduk dan berbaring masih belum bisa meredakan kemarahan, maka segeralah berwudhu, dan shalat dua rakaat. Jika tubuh dan lahiriyah sudah tidak sanggup lagi menopang beban amarah, segeralah beralih ke control batiniyah, segeralah mengadu, dan seimbangkan kembali kondisi psikologi agar segera menemukan solusi yang lebih baik.

ada artikel yang lebih baik di Republika