“Kesederhanaan mengecap kekayaan..” lirik
nasyid dari in team ini mungkin sangat tepat disandingkan dengan karakter Imam
Syekh AlGhamidi. Saya pribadi hanya berkesempatan menatap beliau dua kali, tapi
dari pancaran raut wajahnya, cara ia berbicara, Nampak jelas ke thawaduan
beliau, belum lagi hal ini dikuatkan oleh pemberitaan dari media Republika,
yang mengawal sejak dari kedatangan sang Imam.
Pertama kali menatap beliau saat di Mesjid
Attaqwa, cara beliau masuk masjid, cara beliau memberikan tausiyah, cara beliau
berjalan meninggalkan kami, nampak sekali betapa tawadhu-nya beliau. Mengawali
tausiyahnya ia menuntun kami membaca alfatihah, per ayat. Sekali lagi,
bayangkan betapa luar biasanya perasaan saya dituntun bacaan Al-Qur’an oleh
seorang Imam Besar Mesjidilharam dan Mesjid Nabawi. Singkatnya dalam tausiyah
beliau mengingatkan kami tentang makna surat Al-‘Ashr.
“Bahkan Allah pun bersumpah atas nama
waktu, ini menunjukan hal ini adalah serius.. perkara yang amat serius… perkara
itu adalah.. Manusia dalam keadaan merugi. Kecuali, orang yang beriman, beramal
sholeh, mengingatkan dalam kebenaran, dan saling mengingatkan dalam
kesabaran..” demikian kutipan syekh dalam menyampaikan tausiyahnya.
Lalu seberapa tawadhu beliau..?? perhatikan
beberapa artikel berikut..
Berkali-kali ustadz yusuf Mansur
mengingatkan, saat syekh meninggalkan masjid, para jamaah diharap untuk tidak
berdiri, mencium tangan, cukup memandang wajah beliau, dan cukup mendo’akan
saja. Bukan kenapa-kenapa, tapi hal ini untuk menjaga ke tawadhuan beliau, dan
tentu saja menjaga keamanan jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak di
inginkan. Lagi pula sebuah hadist menyebutkan,
HR. Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad (
977 ),Al-Albani mengatakan : Shahih
Syeikh alghamidi mulai melangkah
meninggalkan masjid, melalui area tengah hingga siapapun jamaah bisa
memandangnya. Bersahutan shelawat, dan takbir mengiringi kepergian sang imam.
Terdengar jelas namun pelan, syeikh
berkata..
“Shollu ‘ala Muhammad..”
Kethawaduan sang imam
4/
5
Oleh
hadad