Tampilkan postingan dengan label point of view. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label point of view. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Maret 2013

Inilah JIL..

langsung saja, ini daftar tweet yang pernah "mereka" buat rangkuman dari akhi @malakmalakmal. hmmm.. ada yang salah gak sih..??

1. All About Money
















2. Anti Islam

















3. Anti jilbab dan suka dgn kekerasan verbal

















4. Becanda Jorok





















5. Berusaha lucu, tapi malah epic FAIL



6. Blunder























7.  Devide Et Impera









8. Doyan 'fiqih gak jelas'






9. Gampang Memfitnah













10. Gemar Mengolok-olok






11. Hilang Rasa Empati








12. Jarang Baca Qur'an, makanya nggak tahu kisah nabi luth as














13. Jarang 'bercermin' dan Arogan
















14. Kasar pada mereka yg tdk sependapat


15. Melecehkan Keimanan





























Senin, 11 Maret 2013

Dilema Polisi

Dilema Polisi


Sempat ramai kasus TNI vs Polisi tempo hari, sampai berujung pembakaran kantor polres di sumut sana. Meski tidak ada korban jiwa, namun kerusakan bangunan, serta kendaraan operasional tidak terhindarkan, dan yang lebih parah tentu saja nilai integritas dari kedua institusi ini.

Merunut jauh kebelakang, kasus ini dimulai ketika ada seorang anggota TNI yang tewas tertembak oleh anggota kepolisian januari silam. Setelah 2 bulan lebih kasus tersebut berjalan, pihak TNI mendatangi polres guna mempertanyakan kelanjutan kasus penembakan tersebut. Namun, dikarenakan jawaban yang diberikan pihak kepolisian tidak cukup memuaskan, anggota TNI pun kalap dan merusak semua yang ada di polres tersebut.

Sebenarnya kasus serupa bukanlah hal yang aneh, gesekan antara TNI dan Polri sudah seringkali terjadi terutama di tempat-tempat tertentu. Ada dua alasan kenapa gesekan ini terjadi, pertama dualisme TNI dan Polri yang terjadi semenjak reformasi silam, yang memisahkan kedua institusi ini. Kedua saat terjadi gesekan kepentingan-kepentingan pihak yang tidak bertanggung jawab, perhatikan notabene kasus-kasus serupa terjadi didaerah-daerah yang dikuasai perusahaan-perusahaan yang menggunakan lahan-lahan besar, seperti perkebunan sawit. Untuk menjaga keamanan, bahkan memenangkan persaingan, maka digunakanlah dua institusi ini untuk melancarkan kepentingannya. Maka tidak jarang pula, jika gesekan-gesekan ini memang terjadi akibat ulah pihak ketiga.

Sebuah instrument hukum yang kelabu

Seharusnya dualisme itu tidak terjadi saat TNI maupun Polri professional dalam mengemban tugas-tugasnya. Dua institusi ini meskipun memiliki kesamaan fungsi, namun terdapat pula perbedaan karakteristik yang mestinya saling melengkapi. Entah ada atau tidak sebuah aturan yang menyebutkan, melindungi siapapun yang mampu membayar lebih mahal. Saya hanya orang awam, namun ini sudah bukan rahasia lagi saya kira, buktinya bagaimana dua institusi ini bisa dimanfaatkan sedemikian rupa sampai terjadi konfrontasi seperti ini.

Saya tidak ingin jauh menelisik kasus ini lebih dalam, namun pahamilah rakyat hampir sudah tidak percaya lagi dengan TNI apalagi polisi. Jika merunut kembali daftar dosa polisi, Jendral yang ditangkap KPK karena korupsi milyaran, polisi yang terus-menerus “bertengkar” dengan KPK, polisi yang seringkali menagih uang lebih untuk adminsitrasi hanya untuk BAP, dan tentu saja polisi yang melipat-lipat uang dijalanan dengan dalih “tilang”.

Wallahu a’lam

Kamis, 07 Maret 2013

RUU Ormas vs Minoritas..??

RUU Ormas vs Minoritas..??

Pagi ini sarapan dengan rangkaian dialog sebuah stasiun televisi swasta yang membicarakan tentang RUU ormas. Berbagai analisa disampaikan, dari berbagai sudut pandang, dan jika dilihat dari perspektif demokrasi, RUU ini adalah bukti kemunduran. Kenapa..?? karena, RUU ini sama saja seperti orde baru, memberikan kuasa penuh kepada pemerintah untuk mengendalikan ormas-ormas yang ada.

Saya tidak ingin terjebak dalam perdebatan ini, ada beberapa hal yang menjadi poin khusus dalam isu ini. Tentu saja perseteruan antara mayoritas dan minoritas. Bagi saya, Indonesia ini bisa dikatakan sebagai satu-satunya Negara yang menganut “demokrasi total” atau demokrasi kebablasan, bagaimana tidak, didalam pemilihan saja, satu orang memiliki satu suara, bayangkan jika ribuan orang berbondong-bondong memilih dan mendukung kemunkaran..?? jika dihalang-halangi, dituduhlah anti-demokrasi. Tapi, uniknya dalam isu kali ini, justru minoritas lah yang berkuasa.

Bagaimana ini bisa terjadi..?? ada hal unik lain di Indonesia, dimana minoritas disini bisa bersuara lantang, bahkan bisa menggulingkan mayoritas jika mereka mau. Aneh memang, karena ini justru berbanding terbalik dengan fakta “suara terbanyak” di ilustrasi diatas. Biasanya HAM adalah kekuatan dibalik pergerakan minoritas ini, faktanya di Negara-negara yang berpredikat maju pun, tidak ada yang menyamai system di Indonesia.

Sebuah contoh kasus, di Negara-negara Eropa dan Amerika, yang notabene Kristen, mungkin sangat tidak asing jika melihat gereja, tapi untuk mencari masjid..?? sulitnya minta ampun.. beberapa kesaksian perantau mengatakan di Italia hanya ada ruangan musholla sebesar 4x4 m sejauh 20 km dari rumah, di Jerman para Mahasiswa terpaksa shalat di ruang ganti baju jarena ketidak tersediaannya ruang sholat, dan bahkan di Jakarta sendiri, beberapa gedung pencakar langit bahkan tidak menyediakan ruang sholat. Berbeda dengan di Indonesia, GKI Yasmin misalnya, penduduk sudah menolak, MA sudah melarang, Mayoritas sudah mengambil keputusan, tetapi apa yang terjadi..?? minoritas tetap memaksa, sampai di trotoar-trotoar, dan sampai menuntut “keadilan”, di sebuah Negara “yang katanya” demokrasi, kenapa suara mayoritas justru dibungkam dan pemerintah justru impoten..??

Maka sebenarnya, isu RUU ormas ini pun efek dari perseteruan minoritas vs mayoritas. Ada beberapa kelompok ormas yang berusaha mengakomodir kepentingan mayoritas, meluruskan, dan menegakkan keadilan yang tepat, tapi bagi pemerintah (yang disetir minoritas) justru ini sebuah tindak kekerasan, bahkan dianggap separatis, lantas pemerintah mengeluarkan RUU Ormas, sebagai bentuk pengebirian atas kepentingan suara mayoritas. Padahal, separatis yang nyata justru berasal dari minoritas, OPM, RMS, bahkan kisah tempo dulu Timor Timur, bukankah mereka semua minoritas..??

Ah artikel ini mengingatkan artikel dulu yang pernah dibuat, apakah ini sebuah konspirasi penghancuran Islam di Indonesia..??
Wallahu a’lam

Sabtu, 23 Februari 2013

sebuah opini : pilgub jabar


Inilah pesta demokrasi terbesar di jawa barat, pemilihan gubernur langsung oleh rakyat. Ada 5 calon yang akan memperebutkan posisi sebagai gubernur dan wakil gubernur, tentunya setelah kurang lebih 5 bulan proses sosialisasi nampaknya besok rakyat sudah mengenal sosok-sosok yang akan mereka pilih. Janji, visi, dan tentu saja catatan record dari ke 5 kandidat, semoga besok bisa memilih dengan tepat.

Sebelum lebih jauh, disini saya akan membahas pentingnya pemilihan dalam sebuah system bernama demokrasi. Akan tetapi apakah saya menyetujui demokrasi..?? saya nyatakan TIDAK.. demokrasi setidaknya bagi bangsa ini telah gagal, begitu pun dengan bangsa-bangsa lain (lebih jauh tentang pandangan saya tentang system politik silahkan di baca di menu khilafah). Akan tetapi sebuah system bernama demokrasi ini menawarkan kesempatan yang besar kepada rakyatnya untuk melakukan pemilihan sebagai hak politiknya.

Kembali ke pembahasan, maka apa pentingnya seorang pemilih dalam pemilu..?? didalam pemilihan kita  mengenal istilah satu orang satu suara, dalam memenangkan satu kepentingan politiknya, maka para kandidat-kandidat berlomba-lomba untuk mendapatkan suara tersebut. Para kandidat “menjual” dirinya dengan berbagai janji, visi, idealism, dan program-program, tentunya dalam tahapan kampanye, hal itu hanya wacana, hanya sebuah tawaran, maka terjadilah sebuah negosiasi politik antara kandidat dan pemilih. Dan jika “negosiasi” itu selesai, dan mencapai kata sepakat, maka suara rakyat akan secara langsung mendukung semua janji, program, dan visi, kandidat yang ia pilih. Namun, semakin lama mestinya system ini berkembang kea rah yang lebih baik, mestinya rakyat sebagai pemilih sudah bisa mengenal, dan memilih dengan cara yang tepat, tidak lagi dengan membeli kucing dalam karung. Rakyat harus semakin pintar membaca hal-hal “yang dibelakang” para kandidat.

Sebuah motif lah sebenarnya yang akan membedakan antara wacana, dan visi, sebuah janji omong kosong dengan program nyata. Motif ini bisa dikenali dengan track record, atau nampaknya istilah “dari mana dan siapa temannya pun” bisa digunakan untuk mengenali the real of candidate yang sebenarnya. Kenapa ini penting..?? karena lagi-lagi suara yang kita pertaruhkan juga senilai pentingnya, bayangkan jika ternyata kandidat yang kita pilih justru malah mencari keuntungan pribadi dengan jabatannya itu, siapa yang bersalah..?? apakah kita sebagai pemilihnya juga ikut bersalah..?? nampaknya sih iya.

Makanya, pemberian suara di sebuah forum bernama pemilihan ini bisa jadi bernilai ibadah, disaat, kita benar-benar secara sungguh-sungguh mengenali, dan memahami sosok dari setiap kandidat, yang pada akhirnya, setiap suara yang kita berikan nanti akan menjadi setidaknya satu solusi untuk berubah menjadi lebih baik. Ada pun, jika sebaliknya, jika forum pemilihan ini belum apa-apa saja sudah ada money politik, black campaign (fitnah), korupsi, ini adalah ajang maksiat legal terbesar di negeri ini.

Terakhir, saya akan menggambarkan bagaimana situasi rakyat sebagai pihak pemilih. Nampaknya ilustrasi buah simalakama ada di tubuh rakyat, jika kita menilai semua kandidat adalah buruk, maka memilih dan memenangkannya pun adalah sebuah usaha yang buruk juga, begitupun dengan golput, itu sama saja dengan membiarkan yang buruk yang menang.. hmmm.. bagaimana pun sulitnya itu, besok bagusnya tetap ke pemilihan saja, dan pilih lah yang terbaik, meski diantara yang terburuk.



Kamis, 21 Februari 2013

Nasib Calon Independen

Menjelang pilgub jabar, sedikit mereview kebelakang tentang beberapa calon. Seperti kita ketahui, calonnya berturut-turut yaitu,
1.       Dikdik – Toyib (independen)
2.       Yance – Tatang (golkar)
3.       Dede – Laksamana (democrat)
4.       Aher – Dedi Mizwar (PKS)
5.       Rieke – Teten (PDI-P)

Nah, sampai menjelang pemilu ini ada sebuah catatan menarik, bagaimana kita mengukur kefektivitasan dari calon independen. Beberapa tahun kebelakang, beberapa pilkada memang mulai diramaikan oleh calon-calon independen. Calon independen ini lebih memilih berpolitik dengan idealism nya sendiri, tanpa ada tekanan, bahkan dukungan dari partai politik. Sepintas memang cara ini terlihat seperti nekad, karena pada akhirnya mesin kampanye akan jauh kalah dibandingkan calon yang diusung oleh partai politik.

Contohnya adalah kampanye yang terjadi di jabar, terutama di lingkungan saya sendiri (Cianjur). Baru saja keluar rumah, saya sudah disuguhi banner kecil, pasangan no. 4. Disepanjang jalan raya, berjajar banner besar pasangan no. 2, dengan janji 500 juta per desa per tahun. Belum minggu yang lalu ramai pasangan no. 3 kampanye di car free day, dan jangan lupa keseriusan “blusukan” pasangan no. 5, sampai-sampai mendatangkan rano karno, dan jokowi. Pertanyaannya, kemana pasangan no 1..??

Ya, melihat jajaran banner saja, saya hampir tidak menemukan pasangan no.1, atau mungkin ada, tetapi sebagai orang awam, ketika melihat banner yang ada di kepala adalah warna..!! ya, warna melambangkan partai pengusung, kuning, biru, putih, dan merah. Nah, mungkin gara-gara pasangan no.1 ini “gak berwarna” akhirnya ya tidak kelihatan. :P

Jika calon-calon lain kampanye dengan “wah”, arak-arakan, dengan massa yang banyak. Saya cukup kaget dengan kampanya pasangan independen ini. Saat itu saya baru saja belanja dari mini market dekat rumah, tiba-tiba terdengar pengeras suara, nggak jelas, tapi saya piker “ah paling juga tukang obat..”, begitu keluar, ternyata pengeras suara itu berasal dari sebuah mobil yang berkampanye pasangan independen, hanya sebuah mobil..!! tanpa arak-arakan, tanpa keramaian, hmm.

Oh iya, bahkan saat artikel ini disusun pun saya mesti googling dulu untuk mencocokan nama, agak lupa.. hehe. Tetapi disaat googling itu baru saya “ngeh” ternyata pasangan no.1 ini dinobatkan sebagai calon paling kaya diantara calon-calon lainnya. Disini saya mulai sadar, bahwa jika modal kampanye dijadikan sebagai landasan berpolitik, mestinya itu sudah cukup untuk bersaing dengan calon-calon yang diusung partai besar, tetapi kenyataannya itu tidak cukup. Ya, berpolitik tidak hanya berbicara perihal kampanye, ada idelisme yang mesti dijual.

Pada akhirnya, berpolitik seperti sebuah system marketing kompleks, dan pemilu seperti sebuah bazar. Pada dasarnya semua calon sama, memiliki produk sama, tetapi cara menjual idealism nya itu lah yang berbeda. Jika strategi politik masih tetap sama, saya masih ragu calon independen akan berkembang di masa yang akan datang.


sumber gambar

Sabtu, 09 Februari 2013

antara Wahabi, PKS, dan Ikhwanul Muslimin

tadinya gak mau ngebahas masalah beginian.. tapi setelah mendapat sebuah kabar seperti ini...( gambar disamping) hmm jadi miris. betapa perbedaan sering kali kita permasalahkan, wajar jika yang diangkat itu adalah perbedaan aqidah yang tidak bisa di sepelekan, tapi jika perbedaan itu hanya akibat ketidak tahuan dan kesalah pahaman..?? bukankah itu menjadi fitnah yang merusak..??

Sebelum lebih jauh mari kita mengenal wahabi. gerakan ini lahir di Arab Saudi melalui pencetusnya Muhammad bin Abdul Wahhab (selengkapnya silahkan cek di sini.. ) . Gerakan ini memang terkenal radikal, karena mereka memiliki misi dalam memurnikan Aqidah islam (menurut versi mereka), perang sampai pembantaian tidak terpisahkan dari perkembangan gerakan ini. akhirnya memang sebagaian besar umat Islam yang berhaluan sunni, memvonis "sesat" gerakan wahabi ini.

nah, bagaimana dengan PKS..?? menurut DR. Yusuf Qardhawi, PK (yang sekarang berganti nama menjadi PKS) adalah perpanjangan tangan dari ikhwanul muslimin dari Mesir. maka sepatutnya jika kita ingin memahami pergerakan PKS dengan memahami gerakan Ikhwanul Muslimin terlebih dahulu.

Ikhwanul Muslimin lahir di Mesir, atas prakarsa dari Hasan Al-banna. Meski pergerakan ikhwanul Muslimin lebih terkonsentrasi di ranah politik, konservatif, namun gerakan ini pun di propaganda "radikal", oleh siapa..?? oleh yang memusuhi ikhwanul Muslimin itu sendiri, yaitu Israel, Amerika, dan pemerintah mesir yang notabene diktator. maka catatan sejarah Ikhwanul Muslimin ini pun sempat mengalami masa kelam, dimana mereka dicap teroris, sehingga sebagian besar anggotanya ditangkap, dipenjara, bahkan dihukum mati. Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Islam moderat yang cukup mencakup luasnya ajaran Islam. saat ini hampir 2/3 timur tengah sudah berafiliasi dengan ikhwanul muslimin.

nah, sekarang kita banding antara ikhwanul muslimin dengan wahabi. sebenarnya dua gerakan ini sangat jauh berbeda, dan sangat bertolak belakang. wahabi dengan keyakinan memurnikan aqidahnya, justru bertindak ekstrim, radikal, dan sangat menjauhi politik, mereka tidak segan-segan memerangi segala hal yang berbau bid'ah (setidaknya bid'ah menurut mereka). sedangkan ikhwanul Muslimin, mereka lebih konservatif, (terlepas dari propaganda yahudi yang mengatakan mereka radikal), berjuang dengan sarana politik, meski beberapa waktu pernah pula mengirim langsung pasukan seperti ke Palestina contohnya.

kesimpulannya, PKS adalah afiliasi dari gerakan Ikhwanul Muslimin, dan keduanya sama sekali tidak memiliki hubungan dengan wahabi.

Wallahu a'lam

Sumber :
http://semagung.blogspot.com/2011/02/ikhwanul-muslimin-wahabi-pks.html
http://kabarislam.wordpress.com/2012/12/21/sejarah-wahabi-dan-muhammad-bin-abdul-wahhab/
http://al-ikhwan.net/

Senin, 28 Januari 2013

I Love When You Lie ..???

I Love When You Lie ..???


Now playing : Rihanna ft Eminem – I love when you lie

Ya, sebagian besar dari kita memang seperti ini, tidak terasa ya..?? baik, terlepas dari arti lirik sesungguhnya, dan maksudnya seperti apa, tapi fenomena seperti ini memang kadang kita anggap biasa saja.

Selalu ada dalih “bohong demi kebaikan” ini maksudnya apa..?? bohong ya tetep bohong, ya tetap dosa.. bukan berarti dikarenakan kita bohong yang berubah kebaikan lantas menjadi alasan dihapusnya kesalahan, atau dosa atas berbohong itu. “bohong demi kebaikan” sebenarnya lahir disaat situasi fakta lebih menyakitkan dari pada berbohong itu sendiri. Padahal, meski pahit dan menyakitkan kebenaran tidak akan berkurang atas fakta itu.

Ilustrasi ekstrimnya seperti ini, Ada sebuah cerita saat seorang Muslim tertangkap raja Dzalim, ia dipaksa mengakui ke Islamannya, jika berbohong ia selamat, jika mengaku Muslim ia akan dibunuh, saya yakin siapapun yang mengaku dirinya Muslim ia akan jujur mengaku Muslim, meski nyawa taruhannya, namun imbalannya pun jelas, Syahid, dengan Syurga tanpa hisab.

Nah, jika paragraph diatas menceritakan subjek yang tengah berbohong, bagaimana dengan objek yang dibohongi..?? sebagian memang ada yang marah disaat tahu dirinya dibohongi, ya, itu tadi sepahit apapun sebuah fakta, tetap ia adalah kebenaran. Namun, jika diperhatikan dari judul lagu diatas, terlihat ternyata sebagian lagi ada yang tenang saja, bahkan lebih suka jika dibohongi. Kok bisa ya..??

Bayangkan saja, jika seseorang korupsi, nah ternyata korupsinya itu diketahui oleh beberapa anak buahnya, maka si koruptor ini tentunya akan lebih suka jika anak buahnya ini berkata bohong, meski harus di bayar berapa pun. Atau, seorang gadis remaja, yang pacaran sama laki-laki, bagi dia lebih baik dengar kata-kata gombal dan bohong dari lelaki itu, dari pada harus dengar fakta bahwa PACARAN ITU HARAM, dan harus putus seketika.

Sudah paham..?? ternyata, jika kita suka saat orang lain berbohong, itu sama saja dengan kita membohongi dan menutupi kebenaran yang sesungguhnya. Apa yang ingin saya sampaikan adalah, tugas menyampaikan fakta kebenaran itu ada di tangan kita semua. Mungkin, ada beberapa orang yang sengaja berbohong atas berbagai hal, jika kita tahu yang fakta yang sebenarnya, segera luruskan, kapan saja dimana saja, meski pahit, kebenaran tetap kebenaran.