Skenario Kehidupan
Pernahkah kita bertanya kenapa kehidupan kita seperti
ini..?? kenapa Allah menempatkan kita dikeluarga ini..?? atau mungkin kenapa
orang yang-yang kita cintai meninggalkan kita terlebih dahulu..?? itu terjadi
atas sekenario Allah, kita mungkin lebih mengenalnya takdir dan nasib, namun di
artikel ini saya lebih tertarik mnyebutnya skenario, esensi nya sama, namun
biasanya skenario lebih lengkap, terarah, dan memiliki maksud.
Di artikel sebelumnya, saya pernah menyinggung tentang
ummi-nya Rasulullah. Keadaan dimana Rasulullah disebut sebagai buta huruf, tidak
bisa membaca dan menulis. Berikut dengan penjelasan tentang apa yang dimaksud
dengan “Ummi” nya itu. Ternyata, dibalik ini pun terlahir akibat skenario yang
telah Allah rencanakan. Perhatikan alur masa kecil Rasulullah.
Terlahir dalam keadaan yatim, di asuh oleh ibu susu Halimatussa’diyah,
kemudian dididik oleh Aminah sampai 6 tahun, sampai menjadi yatim-piatu,
sepeninggal ibundanya di Abwa. Hak asuh jatuh ke kakeknya Abdul Manaf sampai
usia 10 tahun, dan kemudian hak asuh berpindah kembali ke pamannya Abu Thalib,
sampai beliau mandiri dan menikah dengan Khodijah.
Sampai disana saja, ada pertanyaan yang menggelitik gak..?? kok Allah sampai segitunya sih..?? hehe..
pertanyaannya yang agak ngawur sebenarnya, tapi disini lah letak poin yang akan
saya angkat, dimana ternyata, masa kecil Rasulullah pun sudah diatur sedemikian
rupa agar beliau siap mengemban amanah besar dimasa depan kelak. Penjelasannya sederhananya
seperti ini.
Terlahir dalam keadaan yatim, Muhammad kecil dididik
mandiri. Begitu pun di usia 2 tahun ia terbiasa “di asuh” orang lain,
Halimatussa’diyah. Dalam beberapa cerita, sering diceritakan teman sepermainan
Muhammad, yaitu putra dari Halimah sendiri, disini lah terjalin interaksi social
pertama Muhammad. Usia 6 tahun, Allah telah memanggil Aminah, di usia ini skenario
Allah menilai Muhammad telah siap beranjak ke fase berikutnya. Abdul Manaf,
sang kakek memberi tauladan yang luar biasa, yang besar kecilnya mempengaruhi
Muhammad muda. Abdul Manaf adalah pimpinan Quraisy yang amat disegani, pemimpin
yang bijak, dan dihormati di kaumnya, disinilah Muhammad kecil belajar tentang
kepemimpinan, organisasi, kebijaksanaan, dan politik. Setelah di rasa cukup,
kemudian Abdul Manaf meninggal, dan hak asuh beralih ke Abi Thalib, disinilah
fase berikutnya berlanjut. Dalam asuhan Abu Thalib, Muhammad muda terbiasa
dengan bisnis, perdagangan, entrepreneur, dan keterampilan lainnya, seperti
menggembala, sampai di titik Muhammad menjadi entrepreneur sukses, dan siap
diangkat menjadi Rasulullah.
Skenario Allah masih berlanjut jauh, namun sampai disini
saja seharusnya kita sudah memahami bahwa skenario Allah memang memiliki kuasa
atas kehidupan kita. Hmmm… bagaimana kalau kita lanjut ke ilustrasi ke dua,
mungkin ini lebih logis.
Muhammad bin Idris, siapa yang kenal..??? mungkin agak
jarang mendengar namanya, tapi kalau Imam Syafi’i..?? pasti langsung jawab
pendiri Mazhab Syafi’i. Nah, jika ilustrasi Nabi Muhammad di atas lebih kearah
kuasa Allah, karena Allah lebih bermaksud meng-“Ummi”-kan Rasulullah, dan
menjaga ke maksumannya, berbeda dengan Imam Syafi’I, disini kita akan menemukan
aspek ikhtiar.
Imam Syafi’I atau Muhammad bin Idris ini memang “be a man”
akibat dari rangkaian ikhtiar yang beliau dan ibundanya perjuangkan. Kita tahu
Imam Syafi’I ini hafal qur’an di usia 7 tahun, namun beliau tidak serta merta
hafal begitu saja. Ibunda Syafi’I kecil adalah seorang hafidzoh, maka bayangkan
jika dengan kewajiban sang bunda untuk memelihara hafalannya, misalkan dalam
seminggu khatam Al-Qur’an dua kali, artinya di usia 7 tahun, Syafi’I telah
mendengar bacaan Al-Qur’an sempurna sebanyak 1176 kali. Di samping memang
syafii kecil telah memiliki program tahfidz semenjak kecil.
Logikanya untuk menjadi seorang ilmuwan, belajarlah ke
ilmuwan lain. Begitu pun yang dilakukan Imam Syafi’I, agar menjadi seorang
pakar fiqih sekaliber imam, beliau menggali ilmu dari seorang yang memiliki
predikat sama, yaitu dari Imam Maliki. Tidak hanya sampai disana, ilmu fiqihnya
tersebut ia wariskan ke penrus imam selanjutnya, yaitu Imam Hambali.
Nah, sekarang mungkin lebih jelas, ternyata skenario Allah
pun bisa berbanding lurus dengan ikhtiar yang kita lakukan. Malah, doa dan
ikhtiar pun sebenarnya bagian dari skenario yang telah Allah persiapkan untuk
kita. Jadi bagaimana dengan skenario hidupmu..?? sudahkah kamu memahaminya..??
Wallahu a’lam
Skenario Kehidupan
4/
5
Oleh
hadad