Rabu, 12 Desember 2012

khutbah Jumat, 14 Ramadhan 1433 H

Dengan gusar aku segera turun dari angkot jurusan parung-depok. jam menunjukan pukul 11.30 WIB, artinya waktu shalat jumat kian dekat.

pertigaan jalan sebelum jl. nusantara raya, sebuah mesjid berdiri tegak anggun, Nurul Islam, atau cahaya Islam.

sehabis berwudhu, seperti biasa aku mengincar shaf terdepan, meski akhirnya hanya shaf ke-2 yang kuperoleh. aku nampak sungkan mengisi shaf terdepan, kenapa..?? isinya semua kakek-kakek..!! semua nampak seumur, sekitar 60-70 tahun. di baris ke2 pun tidak jauh berbeda, hanya aku dan seorang yang nampak masih muda, ya hanya berdua, sisanya masih dikuasai kakek-kakek. hmm, aku mulai berfikir, ada yang salah..

seorang kakek berdiri dan mengumumkan beberapa pengumuman, dilanjutkan dengan adzan.. kembali saya berfikir, ini mana anak mudanya sih..?? aku mulai menengok kebelakang, memang disanalah anak-anak dan para remaja "ditempatkan" ada yang acuh tak acuh, main-main, ngobrol, hmm..ya sudahlah aku pun mulai tak memperhatikan suasana ni mesjid kakek-kakek semua, khutbahnya juga pasti gak bakalan seru pikirku sambil mengalihkan pandangan keluar.

sebuah suara mengagetkan lamunanku, suaranya tegas, mengalun dan bijak, memang sepintas terdengar monoton khas retorika pidato, namun menghentak.
"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.." nampak di mimbar berdiri seorang kakek, berkacamata cokelat, penuh keriput, badan sudah tak tegap lagi, kuperhatikan bibirnya bergetar setiap kali berucap, terlihat kondisi fisiknya yang tak lagi sanggup menahan getaran rahang bawahnya itu, matanya pun tak terlihat fokus. namun ada yang berbeda, suaranya.. amat berwibawa, jelas, dan tegas. kuperhatikan dengan seksama setiap rangkaian khutbah yang meluncur darinya, getaran bibirnya, dan pandangannya.

***

"alhamdulillah, kita masih diberi izin untuk beribadah dibulan yang suci ini. namun bulan ini, Ramadhan, tahun ini, adalah sebuah Ramadhan yang teramat spesial, bagaimana tidak..?? ini adalah sebuah pengulangan waktu 67 tahun silam. 17 agustus 1945, jatuh pula di bulan Ramadhan. AlQuran pun diturunkan dibulan Ramadhan, maka ini lah sebuah momen yang tepat untuk kita mengenang kembali, mengkaji kembali, hakikat perjuangan kemerdekaan 67 tahun dan 1450 tahun yang silam.
jika diperhatikan, Ramadhan yang bertepatan dengan agustus nampaknya bukan sebuah kebetulan, tapi sesuatu yang telah di atur oleh suatu ketentuan Maha Tinggi. maka mari kita lihat kembali, relevansi yang terjadi antara bulan Ramadhan dengan agustus, relevansi antara diturunkan wahyu pertama dengan proklamasi bangsa ini, setidaknya ada 2 hal relevansi

1. sebuah awal momentum
proklamasi dibacakan tepat di tanggal 17 agustus 1945, dan bertepatan dengan ramadhan, sebuah momentum, sebuah gebrakan langkah awal untuk tercapainya kemerdekaan sejati, momentum terlepasnya bangsa ini dari penjajah, momentum awal berdirinya bangsa ini dengan mandiri. 
begitupun 1450 tahun silam, Ramadhan adalah momentum lahirnya Islam. Gua Hira menjadi saksi saat turun wahyu pertama dari kekuatan alam lain, "Iqra'..!!"

2. perjuangan mengisi momentum
mari kita perhatikan, salah satu paragraf dalam pembukaan UUD 1945, "Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa.." inilah sebuah pengakuan bahwa kemerdekaan ini, kemerdekaan bangsa ini adalah kehendak Allah SWT. kita bayangkan, 67 tahun yang lalu, kita merdeka tidak mudah, kita merdeka setelah melawan kekuatan internasional, bukan lagi melawan jepang, bukan melawan belanda, tetapi melawan kekuatan dunia internasional. jepang pada saat itu telah kalah telak dari Amerika Serikat, Jerman kalah, maka terjadilah perjanjian-perjanjian perdamaian di seluruh dunia. salah satu isi perjanjian itu adalah merubah peta dunia, dikembalikan ke sebelum perang dunia ke-2 meledak, artinya jepang yang menguasai asia timur raya (cina,india,vietnam,malaysia,singapura,filipina,indonesia) harus menyerahkan semua wilayah ke "pemilik" asalnya dahulu, dan jepang kembali menempati negaranya di ujung timur asia. artinya, india dan malaysia, dikembalikan ke Inggris, Filipina dan timor timur dikembalikan ke portugis, vietnam dikembalikan ke Amerika, namun tidak dengan Indonesia. kita menolak di kembalikan ke belanda, kita melawan pengibaran bendera merah-putih-biru di tanah air, kita mengibarkan bendera merah-putih tanpa biru, dan artinya kita sedang menantang hukum internasional, menentang hukum perjanjian, dan kita tengah menantang kekuatan-kekuatan pemenang perang dunia ke-2 seperti Inggris, Belanda, Amerika. sejarah mencatat, 5 tahun kita di agresi, 5 tahun kita diporak porandakan, rakyat dipaksa melawan tentara profesional sekaliber perang dunia ke-2 milik Inggris, mereka bersenjata lengkap, kita hanya bambu runcing..!! tapi apa yang terjadi, "Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa.." kita menang, kita merdeka, kita mengalahkan negara-negara pemenang perang dunia ke-2, apakah bisa dengan hanya sekedar bambu runcing..?? tidak, tapi "Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa.."
dan jauh sebelum itu, jauh sebelum kemerdekaan, di tanah arab telah terjadi hal yang serupa. 1450 tahun yang silam, seorang Al-Amin di datangi sebuah kekuatan dari alam lain, "Iqra..!!" ia menjawab, "ma ana biqori..??" dialog berlanjut, "Iqra..!!," kembali menjawab "ma ana biqari..??" sampai tujuh kali terjadi dialog serupa, sampa ia "dipeluk" dan terjadilah sebuah transfer ilmu, kekuatan, hikmah, "Iqra bismirobbikalladzi kholaq. Kholaqol insana min 'alaq. Iqra' warobbukal akrom... (al-alaq : 1-5). bayangkan, seorang Al-Amin yang ummi (tidak bisa baca tulis) disuruh membaca..!! bukan sekedar membaca teks, tapi membaca kalam, ayat, pertanda dari Maha Pencipta. Ummi diberi amanah yang luar biasa, beban yang teramat berat, amanah yang amat besar, mendakwahkan Islam. melihat semua keterbatasan itu, sosok seorang ummi, ia berhasil mengemban tugasnya, amanahnya, bebannya, menjadikan Islam mendunia, Rahmat bagi semesta, apalagi kalau bukan "Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa.."
maka, jika kita perhatikan ummi bukan hanya berarti tidak bisa baca tulis, tetapi ummi berarti tidak pernah berguru kepada manusia. berguru kepada manusia itu amatlah lemah, setinggi apapun gelar, titel, tetapi diperoleh dari guru manusia, semuanya dangkal, tak berarti apa-apa. seorang einstein pernah berkata," semua orang menganggapku pintar, cerdas, penemu, fisikawan, peraih nobel, tetapi aku sebenarnya bodoh.. i am stupid..!!" einstein kembali berkata,"aku mungkin tahu bahwa semua benda di angkasa raya ini melayang, terikat, bergerak memutar melintasi orbit dengan kecepatan yang khas, arah yang serupa, teratur dan tak pernah saling bertubrukan, dan aku pun tahu.. aku pun tahu kalau di balik debu pun ada benda-benda kecil, molekul, atom, neutron, elektron, yang semuanya pun berputar, melayang saling terikat dan bergerak serupa dengan pergerakan angkasa raya.. aku tahu.. tapi aku bodoh.. aku bodoh karena aku tak pernah menemukan siapa yang mengendalikan semua ini, kekuatan apa mengatur semua ini, siapa..?? aku ingin berguru kepadaNya..namun aku tak pernah menemukanNya.."
seorang Rasulullah, yang ummi sekalipun, ia berguru kepada Maha Guru, Rabb-nya, dengan 6236 ayatNya. beliau berhasil mengemban amanah mendakwahkan Islam ke penjuru dunia. menguak semua misteri alam semesta yang ada, padahal beliau adalah ummi, inilah Rahmat..

getaran bibirnya menjadi amat kuat. terlihat tubuhnya, masih tetap agak membungkuk, namun di mataku ia sperti menjelma gagah perkasa, sampai ia mengakhiri khutbahnya. perlahan ia mundur dan memposisikan dirinya sebagai makmum. kini berganti seorang pria yang juga sudah tua berdiri di depan jamah sebagai imam, ia tersenyum lembut, sambil merapikan barisan.

takbir mulai membahana.. namun entah kenapa.. sesak..

nb : isi khutbah yang saya ketik hanya sebagian yang saya ingat, dirubah seperlunya.
Wallahu a'lam

Artikel Terkait

khutbah Jumat, 14 Ramadhan 1433 H
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email