Bagaimana pun juga saya telah menghabiskan 8 tahun aktif di
kepramukaan, meski sekarang menjadi anggota pasif. Dalam rentang waktu 8 tahun
tersebut, banyak sekali momen yang berhasil membuka, dan menjadi pencerahan
bagi saya, saat-saat menjadi junior atau pun menjadi senior.
Salah satu momen yang berkesan di penghujung ke aktifan saya
di Pramuka, terjadi di PTA (Penerimaan Tamu Ambalan) tahun 2011. Saat itu, saya
diminta membantu kegiatan dengan menjadi salah satu dari tim pengujian, saat
itu saya berinisiatif mengambil tentang dasa darma, terutama poin ke-10.
10. Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Begitulah kira-kira bunyi nya, sejujurnya poin dasa darma
yang satu ini selalu menjadi momok bagi setiap anggota pramuka, karena isinya
yang agak berat (atau sangat berat). Nah, dalam kesempatan PTA itu saya mencoba
menggali arti dari poin ke-10 ini, mungkin agak lupa, tapi kurang lebih
dialognya seperti ini
Saya :Apa itu
suci..??
Peserta :Bersih, tidak kotor
Saya :Bagaimana maksud
dari suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan..??
Peserta :Selalu berkata berfikir, berkata, dan berbuat
dengan “bersih”
Saya :Bagaimana agar
kita tahu, sedangakan kita tidak mungkin membaca pikirannya, memantau setiap
yang dibicarakannya, dan memperhatikan gerak geriknya setiap hari..??
Peserta : “terdiam”
Saya :Oke, tahu
najis..??
Peserta :Tahu, kotor, kebalikan dari suci
Saya :Bagaimana karakteristik
najis mutawasithoh..??
Peserta :Berwujud (terlihat), berbau, dan berwarna
Saya :Bagaimana cara
mensucikannya..??
Peserta :Membersihkannya sampai, najis yang terlihat,
baunya, dan warnanya, hilang..
Saya : Sudah yakin
dengan itu sudah suci..??
Peserta : “terdiam”
Saya : Dalam kaidah
fikih, itu sudah suci.. meskipun sejatinya kita sendiri tidak tahu sudah suci
atau belum, bayangkan dengan kondisi umat nabi musa, pada waktu itu kalau
terkena najis, maka bagian yang kotornya itu harus dipotong, untk memastikan
kebersihannya, bagaimana kalau yang terkena najis itu adalah tubuh kita..???
makanya Allah tidak memberatkan umat kita ini. Kita kembali ke poin 10 dasa
darma, sudah bisa di ambil kesimpulan..??
-
Kesimpulannya, kita manusia dengan segala
keterbatasannya, memang di haruskan untuk senantiasa suci, senantiasa berbuat
baik, bukankah manusia itu diciptakan dalam bentuk sempurna..?? maka kita punya
kewajiban untuk menjaga kesempurnaan itu. Namun, saat dihadapkan dengan orang
lain, Allah menganugerahkan kita indera, dan cukup lah penilaian itu hanya
berdasarkan indera yang kita miliki. Saat saya sendiri menguji poin 10 dasa
darma, saya menilai hanya cukup dari perkataan, dan tingkah laku di saat pengujian
ini, karena selebihnya saya tidak akan bisa menilai karena keterbatasan itu
tadi. Disamping itu, saya sendiri pun memiliki kewajiban untuk mengamalkan dasa
darma poin ke 10 ini ke kalian, apa itu..?? suci dalam pikiran, sebagai anggota
pramuka, kita memiliki kewajiban untuk senantiasa berfikir baik terhadap orang
lain, dengan kata lain kita harus senantiasa husnuzhon.
-
Lantas, jika saya sebagai penguji, tidak bisa
menilai “kesucian” kalian, lalu siapa yang bisa..??
-
Hanya Allah dan diri kalian sendiri.
Wallahu a’lam
Dasa Darma poin ke 10
4/
5
Oleh
hadad