Beberapa waktu seorang Teman membuat status di fb yang
bernada pertanyaan,
“kenapa perempuan s1 terkesan enggan berpasangan dengan pria lulusan SMA..??”
Dengan nada bercanda saya membuat komentar.. “emang ya..??
:D”
Baiklah itu karena bagaimana pun juga kotak komentar memang
terbatas, jadi tidak tepat juga kalau komentar panjang-panjang.. hehe.. tapi di
kesempatakan kali ini, di artikel ini saya akan coba menjawab pertanyaan
tersebut.
…
Sepengetahuan saya, perempuan tidak melihat dari status
pendidikan calon pasangannya, tapi dari masa depan. Kita tidak bisa menutup
mata, kalau lulusan S1 lebih terjamin masa depannya dari pada lulusan SMA,
setidaknya begitulah anggapan banyak orang. Meski kalau bicara peluang, semua
manusia sama saja, bahkan yang tidak mengenyam pendidikan pun masih bisa sukses
(tengok kisah ayahnya bakrie dan andrie wongso).
Lulusan S1, kemungkinannya besar sekali selepas lulus
bekerja di perusahan ternama, instansi pemerintah, gaji yang besar pula.
Perempuan mana pun saya kira akan tertarik dengan hal ini, berbeda jauh dengan
lulusan SMA, kemungkinan bekerja mungkin hanya sekelas OB atau pelayan-pelayan,
artinya benar-benar dari bawah, atau berwirausaha dengan segala perihnya
perjuangan.. :P secara logika, jarang ada perempuan yang bersedia menanggung
beban yang sulit seperti ini jika tidak ada masa depan yang dijaminkan.
Kok terkesan matre ya..?? kata Mario Teguh, perempuan itu
memang harus matre.. harus..!! karena salah satu motivasi para pria bekerja
keras adalah untuk membahagiakan perempuannya, kalau perempuannya nggak matre,
bahaya..!! si pria bisa jadi berevolusi jadi makhluk pemalas. Hehe
Factor pendidikan yang menunjang masa depan, pun bukan
terkait masalah pendapatan saja. Ada jaminan nama baik, bagaimana pun juga
bersanding dengan seseorang yang bergelar itu ya “Sesuatu..” hehe. Wajar jika
seorang perempuan merasa bangga jika dipanggil, istri dari DR. Dr. bla-bla.
MPd, MA, MMSc dan sebagainya. Harga diri seorang intelektual itu bisa jadi
sebanding dengan harga ijazah yang diperoleh lho.. hehe (nggak.. nggak..
becanda.. becanda..). Intinya, perempuan itu kan memilih imam, semakin bagus
kalau imamnya kompeten secara akademik dan intelektual. Betul..??
Kemudian, factor kedewasaan pun cukup berpengaruh, katanya
(atau perasaan..) yang sarjana itu lebih dewasa dari yang lulusan SMA.
Kenapa..?? karena seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk (kok
kayaknya nggak nyambung yah..???), maksudnya semakin berilmu seseorang akan
semakin dewasalah ia, mestinya sih begitu.
Ya, itu hanya opini saja dengan dasar “kayaknya sih
begitu..” :P (bahasa gaulnya, In My Humble Opinion… ) maklum saya kan
laki-laki.. nggak tahu juga, hehe. Kesimpulannya, jodoh itu memang rahasia
Allah, kita nggak tahu siapa, dimana, dan kapan dipertemukan. Kita boleh saja
menentukan kriteria se ideal mungkin, tapi tetap saja Allah yang menentukan
kan..?? yang penting tetap ikhtiar, tawakkal, dan berdo’a, dan menjemput dengan
cara yang terbaik. Lalu bagaimana dengan kita yang lulusan SMA..??? jangan
berkecil hati, tetap semangat, maksimalkan ikhtiar, belajar, belajar, belajar,
dan teruss belajar.
Eh, ngomong-ngomong sebenarnya banyak juga pria lulusan SMA
yang berjodoh dengan perempuan sarjana, saudara saya juga begitu. Jadi, nggak
masalah juga sih, asal kita nya aja pantas.. :P
Wallahu a’lam
pria SMA bukan jodoh perempuan S1..
4/
5
Oleh
hadad
1 komentar:
Hmmm,, gue cari-cari artikel kaya gini. Gue pernah falling in love sama temen SMP gue. Namanya masih suka gue sebut sampai sekarang. Kurang lebih 12 tahun, nama doi itu menggantung di hati. Selama ini Doi masih belum pacaran tuh, beda sama gue yang udah beberapa kali. Kami ini jarang ketemu, ketemu karena direncakan sama temen-temen yang lainnya itu juga. Sebenrnya tujuan mereka mempertemukan kami berdua itu hanya satu, kami jadian. Tapi, selama usaha itu juga mereka selalu gagal. Kami hanya mengobrol lalu saling menghilang satu sama lain dalam waktu yang panjang 1~2 tahun. Engga ada komunikasi intens hanya informasi yang datang dari temen-temen. Sampai saat ini selalu begitu. Tapi, melihat informasi itu, perasaan ini mulai meredup, satu yang membuat redup itu. Gue lulusan S1 dia cuma SMA. Gue kerja di perusahaan dengan jabatan yang lumayan bergengsi, dia hanya sebagai follower bapaknya yang pengusaha keramik.
ReplyGue bingung beneran pas salah satu temen bilang "Gimana nanti kalau Doi datang ke rumah? diterima atau engga?" gue cuma bisa jawab, "Engga tau". Huuftttt.... Galau........