Renungan Muharram 1431 H
motivasi MuhasabahHidup adalah sebuah rangkaian waktu. Dengan hidup, seseorang akan menjadi bermakna dan bernilai, sehingga ia bertemu dengan Sang pencipta, Sang Maha Hidup. Ia akan tersenyum manis, bahagia.
Hidup ini tak lain hanyalah sebuah episode dari rangkaian perjalanan panjang yang mau tidak mau harus diarungi, sebesar apapun kekuatan kita, tak akan mampu menghentikan perjalanan.
Waktu, itulah kata kunci dalam kehidupan. Tak ada waktu berarti mati. Waktu inilah yang mampu membunuh atau menghidupkan, waktu pulalah yang akan menjadi tanggungan hidup, tanggung jawab bagi kita sesudah kehidupan fana ini.
Seberapa pentingkah waktu itu ? seberapa dekatkah kita dengan waktu ?
Allah lah yang berkehendak, Ia Maha Kuat, Ia Maha Sempurna, Ia Maha Kuasa, Ialah Maha Abadi.
Kita adalah manusia, sebutir pasir dari hamparan padang pasir di gurun sahara. Kita hidup dengan berbagai kelemahan, dan kekurangan. Kita tidak lebih dari makhluk pendusta, sombong, dan egois. Lalu, mengapa Tuhan selalu bersama kita ?
Allah lebih dekat dari pada urat leher kita sendiri, mengapa Allah lakukan itu ? padahal kita sering berdusta, sering berdosa, dan sering berdurhaka. Inilah bukti cinta sejati Allah, mengalahkan cinta apapun yang ada diseluruh alam semesta ini. Cinta sejati yang paling sejati.
Mengapa kita tidak pernah merasakannya ? mengapa kita tidak merasa malu takut, atau bahagia karena tuhan bersama kita ? itu karena kita sendiri menolak kehadiran tuhan, menolak kehadiran yang telah menciptakan kita. Maka, memang benar kalau manusia adalah makhluk pendusta, penentang yang paling hebat.
Untuk apa kita diberi mata, telinga, hidung, kulit, kalau kita hanya mendurhakaiNya ? untuk apa kita diberi hati, jantung, paru – paru kalau kita sering berprasangka buruk kepadaNya ? untuk apa kita diciptakan, kalau hanya menentangNya saja ? seharusnya kita malu !!
Tuhan tidak pernah, dan tidak akan pernah sama dengan makhlukNya. Ia pun maha suci dari segala kelemahan dan kekurangan, karena kelemahan dan kekurangan itu hanyalah milik makhluk, bukan milik khalik, sang pencipta.
Kita telah hidup, kemudian diberikan tanggung jawab waktu untuk digunakan sebaik – baiknya, setelah itu setiap langkah dan jangkal gerak kita pun berada dalam pengawasan tuhan, terakhir, kita diberi karakterisitik individual yang berbeda satu sama lain.
Tuhan tidak memandang kita dari kekayaan, tampang, bentuk rupa, tapi tuhan memandang kita dari sikap kita kita kepada tuhan, itulah yang bernama taqwa. Tuhan Maha Adil, Dia tidak membeda – bedakan suku, ras, Negara, bangsa, tampang rupa, bahasa, dihadapanNya hanyalah ketaqwaan yang tampak.
Karakterisitik inilah yang membedakan derajat teqwa, karakterisitik timbul dari banyak faktor, yang jelas karakter apapun yang muncul dan kita miliki, itulah ketetapan dari tuhan.
Kenali karakteristik, niscaya kita akan mengenal tuhan. Siapa kita ? dimana kita ? mau kemana kita ? bagaimana ? dan lebih banyak lagi pertanyaan yang lebih spesifik, sehingga mampu membuka siapa diri kita sebenarnya.
Semuanya lahir dari sebuah perbedaan, dan perbedaan itulah yang harus direnungkan, bukan untuk diperselisihkan, tetapi untuk dicari hakikat kebenaran yang tesembunyi dibaliknya.
Perenungan panjang ini adalah modal utama untuk menghadapi kehidupan, kehidupan sebenarnya, kehidupan setelah kematian.
Kehidupan setelah kematian, itulah kehidupan sejati, kematian adalah satu fase berpisahnya nyawa dan raga kita, sakit memang, tapi itulah sat – satunya jalan untuk bertemu dengan tuhan,, dan suatu kebahagian yang luar biasa bagi orang yang beriman apa bila bertemu dengan tuhan.
Andai kita sudah hidup, mempergunakan waktu dengan sebaik mungkin mengenal karakteristik diri dan telah mengenal tuhan, dan telah menyadari bahwa tuhan selalu bersama kita, maka kita sudah sukses menjalani hidup dan telah siap untuk menghadapi hidup yang sebenarnya.
Hidup ini tak lain hanyalah sebuah episode dari rangkaian perjalanan panjang yang mau tidak mau harus diarungi, sebesar apapun kekuatan kita, tak akan mampu menghentikan perjalanan.
Satu tahun, satu bulan, satu minggu, satu hari, itu adalah hari ini. Hari dimana aku mampu tersenyum diatas tangisku.
Waktu, itulah kata kunci dalam kehidupan. Tak ada waktu berarti mati. Waktu inilah yang mampu membunuh atau menghidupkan, waktu pulalah yang akan menjadi tanggungan hidup, tanggung jawab bagi kita sesudah kehidupan fana ini.
Seberapa pentingkah waktu itu ? seberapa dekatkah kita dengan waktu ?
Allah lah yang berkehendak, Ia Maha Kuat, Ia Maha Sempurna, Ia Maha Kuasa, Ialah Maha Abadi.
Kita adalah manusia, sebutir pasir dari hamparan padang pasir di gurun sahara. Kita hidup dengan berbagai kelemahan, dan kekurangan. Kita tidak lebih dari makhluk pendusta, sombong, dan egois. Lalu, mengapa Tuhan selalu bersama kita ?
Allah lebih dekat dari pada urat leher kita sendiri, mengapa Allah lakukan itu ? padahal kita sering berdusta, sering berdosa, dan sering berdurhaka. Inilah bukti cinta sejati Allah, mengalahkan cinta apapun yang ada diseluruh alam semesta ini. Cinta sejati yang paling sejati.
Mengapa kita tidak pernah merasakannya ? mengapa kita tidak merasa malu takut, atau bahagia karena tuhan bersama kita ? itu karena kita sendiri menolak kehadiran tuhan, menolak kehadiran yang telah menciptakan kita. Maka, memang benar kalau manusia adalah makhluk pendusta, penentang yang paling hebat.
Untuk apa kita diberi mata, telinga, hidung, kulit, kalau kita hanya mendurhakaiNya ? untuk apa kita diberi hati, jantung, paru – paru kalau kita sering berprasangka buruk kepadaNya ? untuk apa kita diciptakan, kalau hanya menentangNya saja ? seharusnya kita malu !!
Tuhan tidak pernah, dan tidak akan pernah sama dengan makhlukNya. Ia pun maha suci dari segala kelemahan dan kekurangan, karena kelemahan dan kekurangan itu hanyalah milik makhluk, bukan milik khalik, sang pencipta.
Kita telah hidup, kemudian diberikan tanggung jawab waktu untuk digunakan sebaik – baiknya, setelah itu setiap langkah dan jangkal gerak kita pun berada dalam pengawasan tuhan, terakhir, kita diberi karakterisitik individual yang berbeda satu sama lain.
Tuhan tidak memandang kita dari kekayaan, tampang, bentuk rupa, tapi tuhan memandang kita dari sikap kita kita kepada tuhan, itulah yang bernama taqwa. Tuhan Maha Adil, Dia tidak membeda – bedakan suku, ras, Negara, bangsa, tampang rupa, bahasa, dihadapanNya hanyalah ketaqwaan yang tampak.
Karakterisitik inilah yang membedakan derajat teqwa, karakterisitik timbul dari banyak faktor, yang jelas karakter apapun yang muncul dan kita miliki, itulah ketetapan dari tuhan.
Kenali karakteristik, niscaya kita akan mengenal tuhan. Siapa kita ? dimana kita ? mau kemana kita ? bagaimana ? dan lebih banyak lagi pertanyaan yang lebih spesifik, sehingga mampu membuka siapa diri kita sebenarnya.
Semuanya lahir dari sebuah perbedaan, dan perbedaan itulah yang harus direnungkan, bukan untuk diperselisihkan, tetapi untuk dicari hakikat kebenaran yang tesembunyi dibaliknya.
Perenungan panjang ini adalah modal utama untuk menghadapi kehidupan, kehidupan sebenarnya, kehidupan setelah kematian.
Kehidupan setelah kematian, itulah kehidupan sejati, kematian adalah satu fase berpisahnya nyawa dan raga kita, sakit memang, tapi itulah sat – satunya jalan untuk bertemu dengan tuhan,, dan suatu kebahagian yang luar biasa bagi orang yang beriman apa bila bertemu dengan tuhan.
Andai kita sudah hidup, mempergunakan waktu dengan sebaik mungkin mengenal karakteristik diri dan telah mengenal tuhan, dan telah menyadari bahwa tuhan selalu bersama kita, maka kita sudah sukses menjalani hidup dan telah siap untuk menghadapi hidup yang sebenarnya.
Satu tugas kita : AKUI KEBERADAAN TUHAN
Kamis, 1 muharram 1431 H
Untuk jiwa yang haus kerinduan sejati...
Kamis, 1 muharram 1431 H
Untuk jiwa yang haus kerinduan sejati...