Selasa, 02 April 2013

Kethawaduan sang imam

Kethawaduan sang imam

“Kesederhanaan mengecap kekayaan..” lirik nasyid dari in team ini mungkin sangat tepat disandingkan dengan karakter Imam Syekh AlGhamidi. Saya pribadi hanya berkesempatan menatap beliau dua kali, tapi dari pancaran raut wajahnya, cara ia berbicara, Nampak jelas ke thawaduan beliau, belum lagi hal ini dikuatkan oleh pemberitaan dari media Republika, yang mengawal sejak dari kedatangan sang Imam.

Pertama kali menatap beliau saat di Mesjid Attaqwa, cara beliau masuk masjid, cara beliau memberikan tausiyah, cara beliau berjalan meninggalkan kami, nampak sekali betapa tawadhu-nya beliau. Mengawali tausiyahnya ia menuntun kami membaca alfatihah, per ayat. Sekali lagi, bayangkan betapa luar biasanya perasaan saya dituntun bacaan Al-Qur’an oleh seorang Imam Besar Mesjidilharam dan Mesjid Nabawi. Singkatnya dalam tausiyah beliau mengingatkan kami tentang makna surat Al-‘Ashr.

“Bahkan Allah pun bersumpah atas nama waktu, ini menunjukan hal ini adalah serius.. perkara yang amat serius… perkara itu adalah.. Manusia dalam keadaan merugi. Kecuali, orang yang beriman, beramal sholeh, mengingatkan dalam kebenaran, dan saling mengingatkan dalam kesabaran..” demikian kutipan syekh dalam menyampaikan tausiyahnya.

Lalu seberapa tawadhu beliau..?? perhatikan beberapa artikel berikut..




Berkali-kali ustadz yusuf Mansur mengingatkan, saat syekh meninggalkan masjid, para jamaah diharap untuk tidak berdiri, mencium tangan, cukup memandang wajah beliau, dan cukup mendo’akan saja. Bukan kenapa-kenapa, tapi hal ini untuk menjaga ke tawadhuan beliau, dan tentu saja menjaga keamanan jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak di inginkan. Lagi pula sebuah hadist menyebutkan,

HR. Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 977 ),Al-Albani mengatakan : Shahih

Syeikh alghamidi mulai melangkah meninggalkan masjid, melalui area tengah hingga siapapun jamaah bisa memandangnya. Bersahutan shelawat, dan takbir mengiringi kepergian sang imam.

Terdengar jelas namun pelan, syeikh berkata..

“Shollu ‘ala Muhammad..”
Wisuda Akbar 4 PPPA Darul Quraan Gelora Bung Karno

Wisuda Akbar 4 PPPA Darul Quraan Gelora Bung Karno


Sector 1, saya memilih tempat duduk agak di atas, di tempat yang masih agak sepi. Lantunan pembukaan dari Munsyid Fadli asal Aceh membuat saya sangat terhibur, dan nyaman duduk disana. Terpaan terik matahari pagi itu tidak terasa panas, tidak sama sekali, hanya hangat dan menyegarkan. Baru dimulailah rangkaian acara itu dengan dipandu dik doank, acara berjalan meriah, namun tetap menyimpan kekhidmatan tersendiri didalam hati.

Seseorang bergamis abu-abu berjalan turun dari bangku penonton, ia perlahan berjalan, melepas sandal, dan memasuki lapangan berumput Gelora Bung Karno. Ia takbiratul Ihram, dan seketika bersujud. Bersujud..!! Ya Allah… tak terasa air mata mulai menggantung. Siapapun juga, siapapun yang mengaku dirinya beriman, dia tak akan kuasa melihat ribuan gelombang umat berduyun-duyun menyemarakan bumi dengan Al-Qur’an, ratusan tahfidz menggelora, maka pantas Allah menerima sebuah sujud syukur atas hal ini. Ia adalah Syekh Abu Mahdi, asal Aljazair yang bermukim di Swedia.

Baru saja di mulai saya sudah mulai merasa di tampar keras sekali. Seorang Qari naik ke atas panggung, siapa dia..?? dia hanya pedagang kerupuk, lulusan SMA, imam masjid al Azhar, dan dia tunanetra. Suaranya mengalun indah, sebuah Qur’an braille terhampar dihadapannya. Sesak sekali, ah saya jauh tertinggal, seorang yang sehat walafiat, masih muda, namun jauh tertinggal oleh beliau, kelu..

Tiba, saat ustadz yusuf Mansur dan para tamu undangan menaiki panggung. Yang saya ingat, ada ketua tahfidz Internasional, Imam Masjid Quba, Imam Mesjid Al-Aqsa, Syeikh asal Qatar, seorang hafizhoh asal Yaman, dan semua terlihat thawadu, meski jauh saya menyimpan kekaguman kepada mereka.  Syekh-syekh tersebut di antaranya adalah Syekh Sa'ad al Ghamidi (Imam Masjid Nabawi), Syekh Bashfar (Ketua Organisasi Tahfidz Internasional yang berpusat di Jeddah, membawahi 67 negara, termasuk Indonesia).

Ada juga Syekh Abdurrahman Yusuf (Pimpinan Daarul Qur'an Gaza Palestina), Syekh Muhammad Kholil (Imam Masjid Quba), Syekh Muhammad dan Syekh Yusuf (Daarul Qur'an Yaman), Syekh Halabi (dokter dari Kerajaan Arab Saudi, yang sedang ambil program doktoral).

Syekh Thoriq (dari Kementerian Agama Qatar, beliau juga penulis kitab-kitab Alquran dan termasuk memiliki sanad Alquran tertinggi di dunia), Syekh Hasan (Dari Organisasi Pengajaran Internasional di Jeddah), Syekh Mahmud (Mesir), dan banyak lagi yang lain sebagai pemerhati dan tamu undangan.

Sambutan pertama disampaikan dari ketua tahfidz internasional, beliau berasal dari gaza. Amat teduh sekali wajahnya, sebenarnya saya kurang menangkap juga maksud isi sambutannya, pusing juga jika harus memperhatikan bahasa arab dan penerjemaah saling bersahutan. Hehe..

Satu rangkaian acara yang berkesan adalah saat ratusan santri tahfidz dari seluruh nusantara mengadakan parade. Dari yang mulai imut-imut, remaja, dewasa, bahkan sampai santri tunanetra. Tentu saja mereka bukan sembarang santri, mereka bukan hanya sekedar belajar mengaji, tapi mereka adalh hafizh-hafizh dan calon hafizh.. Ya Allah.. Spechless..

Dan yang paling berkesan, tentu saja lantunan tilawah yang dibacakan oleh Syeikh Saad Al-Ghamidi. AlFatihah dan An-Naba’, bercucuran air mata ini mendengarnya. Terbayang kembali kota madinah, terbayang kembali wajah Rasulullah. Ya Allah..

Satu kalimat, yang saya ingat dari sambutan Imam Mesjid Al-Aqsa,”Alhamdulillah, Indonesia hari ini mampu melahirkan ribuan tahfizh, seperti Gaza, yang setiap hari melahirkan tahfizh-tahfizh baru..”
Bangga bercampur ironi… Negeri dengan Muslim terbesar didunia, dan dengan kemerdekaan dan kemakmuran yang berlebih, namun masih minim melahirkan seorang hafizh.