Jumat, 25 Januari 2013

Belajar Dari Film

film jenis apa yang kamu suka..?? superhero..?? drama..?? aksi..?? komedi..?? atau horor..??. Kebanyakan dari kita yang pernah menonton film, pasti hafal dengan karakter tokoh utama film tersebut, ada yang kagum, benci, suka, marah, aneh, dan berbagai penilaian lain. bahkan ada karakter tokoh utama, yang sampai menjadi inspirasi bahkan obsesi.. hmm.. hebat ya yang jadi tokoh utama itu..?? padahal kan cuma film... hehe

ini yang saya maksud belajar dari film.. bagaimana seorang sutradara bisa mengemas sebuah film, menempatkan sebuah karakter tokoh utama dengan tepat, sampai bisa meng inspirasi jutaan orang, dan di idolakan jutaan lainnya. bagaimana jika kita adalah sutradara sekaligus tokoh utama dalam sebuah film, apa yang akan kamu lakukan..??


ya, sejatinya kita adalah tokoh utama dalam kehidupan kita sendiri. Kita menjalani hidup dengan kesadaran bebas, pilihan bebas, yang disertai tanggung jawab. Seharusnya kita menggunakan kesempatan yang luar biasa ini di gunakan se maksimal mungkin, pilihan kita menjadi tokoh protagonis atau antagonis, menginspirasi atau mengecewakan, dengan alur cerita yang bisa kita susun sendiri.

jika dalam sebuah film, sering kali kita disuguhkan dengan alur yang luar biasa ajaib, ada yang tengah terpuruk tiba-tiba jadi kaya, ada yang tengah lemah tiba-tiba jadi superhero kuat, ada pula yang tengah menderita tiba-tiba berakhir bahagia. dengan segala hormat, ternyata itu memang nyata dala kehidupan nyata..!! tidak peduli posisi kita saat ini, saat kita menyadari dan belajar dari alur film, seharusnya kita sadar, kita bisa bangkit berubah 180 derajat dari asal. Jika sebuah film bisa melakukan itu dikarenakan imajinasi sutradara nya, maka seharusnya kita harus lebih bisa, karena bagi Allah tidak ada yang tidak MUNGKIN.

jadi, jika kamu sutradara sekaligus tokoh utama dalam sebuah film, cerita apa yang akan kamu pilih, orang kaya yang sukses..?? superhero yang super kuat..?? pemimpin yang hebat..?? atau cerita drama yang menyentuh hati..?? ayo segera wujudkan cerita mu..!! jangan lupa buat proposal cerita buat di ajukan ke Sang Maha Sutradara kehidupan.. Allah..

Wallahu a'lam

Rabu, 23 Januari 2013

pendapat soal jodoh part 2

pendapat soal jodoh part 2



1.      Ta’aruf ≠ pacaran
Bukan dan tidak akan pernah sama..!! ya, ta’aruf itu adalah proses perkenalan yang tanpa melanggar hukum syar’i. begini, biar jelasnya lihat saja tabel perbedaan berikut,

Ta’aruf
Pacaran
Sesuai Syar’i
Melanggar Syar’i
Menjaga diri
Buka-bukaan
Melalui pihak ke-3
Langsung, face to face
Diketahui wali
Jarang diketahui wali
Seminggu, maksimal sebulan
2 tahun
95 % Nikah
95 % Putus
Ibadah
Dosa

Lagi pula, jangan pernah salah memahami arti dari ta’aruf. Meskipun memiliki arti perkenalan, bukan berarti proses perkenalan itu hanya cukup dalam waktu seminggu atau lebih, saya yakin manusia dengan segala kompleksitas nya membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk mengenal lebih jauh. Makanya, proses ta’aruf yang sejatinya dilakukan setelah pernikahan.
Prosesi ta’aruf itu hanya sekelumit saja, seperti yang telah Rasulullah gambarkan, cukup hanya melihat 4 aspek,
1.      Agama
2.      Keluarga
3.      Harta
4.      Wajah

Dan dalam waktu untuk melihat 4 aspek itu saja saya kira cukup dalam prosesi ta’aruf, gak usah pengen tahu sampai dalem-dalemnya, entar aja. K

2.      Pesan khusus dari Ust. Salim A Fillah
Nah, sebelumnya di artikel kultwit salim a fillah, ada pesan bagi yang tengah mencari jodoh. Ada beberapa hal yang mesti dipersiapkan sebelum pernikahan tiba

a.       Kesiapan Ruhiyah
Memahami arti nikah sebagai salah satu prosesi ibadah, maka akan menghasilkan konsekuensi dan tanggung jawab dirinya kepada Allah. Kewajiban paling utama dalam rumah tangga adalah memastikan keselamatan semua anggota keluarganya di akhirat kelak. Memang, kita tidak tahu apa-apa perihal nasib disana, namun dengan menyadari hal ini maka kita diharuskan untuk melakukan sedaya upaya untuk menyelamatkan pasangan dan anak-anak dari api neraka.
Tanggung jawab, kepemimpinan, kedewasaan, kebijaksanaan, dan pengendalian diri, adalah beberapa hal yang mesti dilatih. Ingat, setelah menikah nanti, hidup itu jadi berdua, makan berdua, tidur berdua, rumah berdua, kamar berdua, tabungan pun berdua, hidup berdua seperti ini butuh kesiapan mental yang gak main-main lho.

b.      Kesiapan ilmu
Belajar, belajar, dan belajar. Belajar ilmu rumah tangga, belajar hukum-hukum mu’amalah, belajar kepemimpinan, pendidikan, psikologi, dan sssttt… bagi laki-laki WAJIB belajar ilmu haidh dan nifas..!!

c.       Kesiapan fisik
Fisik adalam artian, kesiapan seksual untuk membuahi. Ya, bagaimana pun juga salah satu tujuan pernikahan adalah memastikan regenerasi umat, makanya, dianjurkan untuk menjaga kesuburan, dan ketahanan fisik. Selain itu, ya biar jangan sakit saja.. :P

d.      Kesiapan finansial
Maaf, ini bukan berarti seseorang yang akan menikah itu harus kaya-raya, harus mapan, atau harus punya harta banyak, yang dimaksud di sini adalah mental kaya. Asal tahu saja, Ust. Salim A Fillah sendiri menikah dengan biaya hutang, artinya boro-boro kaya, beliau mulai kehidupan rumah tangga pun dengan nilai – (minus), tapi disini lah keimanan dan mental kaya bermain, meski begitu, Ust. Salim sendiri sekarang adalah ustadz yang paling rajin woro-wiri ke luar negeri untuk berdakwah, keren ya..?? kuncinya, iman sama Allah, dan tanggung jawab.

e.       Kesiapan Sosial
Ini sebenarnya jurus pamungkas, yang harus dikuasai mereka yang memutuskan menikah. Setelah berumah tangga nanti, mereka akan mewakili sekelompok individu yang hidup dalam organisasi yang bernama keluarga. Keluarga ini adalah satu bagian dari sebuah sistem lingkungan, yang bernama masyarakat. Nah, maka sebuah keluarga ini wajib mensosialisasikan dirinya ke tubuh masyarakat, pro aktif dalam setiap aktvitas, dan berhubungan baik dengan para tetangga. Ingat juga, setelah menikah nanti dunia itu bukan hanya milik kalian berdua lho.. ada 7 milyar penduduk bumi yang harus tahu kalau kalian itu adalah pasangan serasi, cinta sejati.. eee.. cieee.. lagiiii…

Terakhir, di penutup artikel ini, lagi-lagi mengutip dari Ust. Salim A Fillah, umur seseorang disaat memutuskan menikah tidak terkait dengan tergesa-gesaan, mungkin ada yang menikah di umur 20 tahun, tapi jika persiapannya sudah di mulai dari umur 15 tahun, maka itu adalah umur yang sangat matang untuk menikah, beda lagi jika menikah di umur 30 tahun, tapi persiapannya baru di mulai di umur 29 tahun, meski tua, tapi umurnya belum siap untuk menikah..

Wallahu a’lam