Kamis, 04 Oktober 2012

sedikit kisah dari badar

sedikit kisah dari badar


ketika tentara musyrik quraisy dengan angkuhnya maju menuju lembah badar, bergetarlah dada rasullullah melihat pasukan musuh tiga kali lebih banyak dari pasukannya. Tanpa disadari air matanya menetes, wajahnya tertunduk, dan serbannya pun jatuh ke bumi, lalu beliau berdo'a,
"Ya Rabb, jika pasukan kecil ini sampai binasa, tidaklah akan ada lagi yang menyembahMu dengan hati ikhlas !"

Abu bakar Ashiddiq ra, yang melihat kesedihan di wajah rasulullah, mengambil serban yang terjatuh dan dengan lembut memasangnya kembali di pundak Rasulullah sambil berkata,
"Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tanganNya, bergembiralah ! sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan kepadamu."
idul fitri 1432 H

idul fitri 1432 H


" ada rasa yang berubah ketika hujan turun hari ini....tiba-tiba aku merindukannya....Ramadhan..."

Ramadhan adalah bulan penuh berkah, bulan yang didalamnya ada hari seribu bulan, bulan dimana permulaan Al-qur'an diturunkan, bulan yang sarat dengan perjuangan dan kepahlawanan, bahkan bulan yang tidurnya pun berpahala.

Ramadhan, pada bulan ini umat Islam bersama-sama berlomba dalam kebaikan, kehangatan dan kemesraan antar saudara begitu terasa, toleransi dan saling menghormati.

Ironis, bagi sebagian orang Ramadhan adalah bulan "taubat dadakan", orang-orang tersebut memilih "bertaubat" demi sebuah keuntungan kecil semata. Tapi itulah kehangatan yang tak terasa selama 11 bulan lainnya, dan hikmahnya, tak sedikit orang yang benar-benar merasakan manisnya hidayah ketika Ramadhan.

Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, ada kehangatan tersendiri ketika Ramadhan, ada rasa yang berbeda ketika dini hari kita bangun kemudian sahur, ada rasa yang berbeda ketika kita menantikan waktu berbuka, ada rasa yang berbeda ketika berjamaah melaksanakan tarawih, dan ada rasa yang berbeda ketika kita bertilawah.

apakah kita sudah menang ? menang dari apa ? apakah kita sudah suci ? suci dari apa ?

perjuangan sesungguhnya baru dimulai hari ini dan 11 bulan yang akan datang. Dimana orang-orang sudah tidak peduli lagi dengan toleransi, dimana kemunkaran kembali meraja lela, dimana aurat-aurat kembali dibuka, dimana tak terdengar lagi suara lirih dari tilawah, dimana orang-orang kembali serakah dan tamak terhadap harta mereka.

pemenang sesungguhnya adalah orang yang sanggup bertahan dari semua itu, pemenang adalah kita yang bisa melanjutkan semua amal baik selama Ramadhan, shaum, tilawah, qiyam, zakat, toleransi, jamaah, dan hijab-hijab kesucian senantiasa terjaga, sehingga setiap hari, setiap bulan, dan sepanjang tahun bagi mereka adalah Ramadhan. Itulah pemenang sejati dan insan fitri.

" semoga kita adalah pemenang..dan Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar..."

rasakanlah...!!!

rasakanlah...!!!



Rasakanlah setiap nafas yang kita hirup, yang setiap detiknya memenuhi rongga dada kita.

Rasakanlah setiap makanan yang masuk kedalam tenggorokan.

Rasakanlah setiap genggaman tangan.

Rasakanlah setiap tatapan kelembutan dan keindahan.

Dalam berperilaku, seringkali kita mengabaikan panca indera yang telah dititipkan oleh Allah pada kita. Seringkali kita tidak mempergunakan panca indera sesuai dengan fungsinya. Padahal, seandainya kita mau meluangkan waktu kita untuk menggunakan panca indera secara benar, maka tak akan ada lagi kemiskinan yang terasa, karena kita adalah makhluk Allah yang paling kaya.
Merasakan hampir sama pengertiannya dengan menikmati, artinya kita belajar dengan ikhlas cara menikmati dan memahami semua yang terjadi disekitar kita. Namun ironisnya, kita sering kesulitan untuk menikmati kehidupan.
Merasakan merupakan tekhnik sederhana untuk bisa mengetahui hakikat dari ibadah. Ibadah mesti dilakukan dengan sepenuh hati, sehingga kita bisa merasakan keindahan tatkala melakukan ibadah dan sesudahnya. Khusyuk dalam Shalat pun, secara sederhana, berarti merasakan, merasakan bahwa dirinya sedang shalat, sehingga shalatnya pun dapat dilakukan dengan penuh konsentrasi dan penghayatan, terlebih lagi pengertian khusyuk, yang berarti merasakan kehadiran Allah yang sedang menyaksikan shalat kita. Merasakan perasaan mustahik zakat saat menerima harta zakat yang tak seberapa dari harta kita. Merasakan perjalanan haji, berat dan mahalnya, serta merasakan setiap langkah demi langkah dalam prosesi haji.
Dari semua peribadahan yang dikemukakan diatas, ternyata Allah telah memberikan suatu latihan di setiap tahunnya untuk terbiasa “merasakan” ibadah-ibadah secara lebih khusus dan mendalam, yaitu puasa dibulan Ramadhan. Khusus dalam ibadah ini, kita “dipaksa” untuk, lagi-lagi, merasakan rasa lapar, dan dahaga, tidak perduli keadaan kita, baik kaya, miskin, panas, dingin, semua mesti merasakannya, tujuannya, tidak lain adalah mengasah rasa “merasakan” kita menjadi lebih bijak, dan lebih peka.
Merasakan juga mempunyai kekuatan dalam rangka mensyukuri semua nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Seperti yang telah disebutkan diatas, dengan merasakan, kita akan merasa menjadi orang yang paling kaya didunia, merasa orang paling bahagia, dan merasa orang yang paling beruntung didunia. Karena dengan merasakan, kita akan menghargai, dan mensyukuri atas semua yang telah dianugerahkan kepada kita.

Rasakanlah setiap nafas yang kita hirup, yang setiap detiknya memenuhi rongga dada kita, sehingga kita bisa mensyukuri nikmatnya kesehatan, dan menghargai detik demi detik kematian yang akan menjelang.

Rasakanlah setiap tetes hujan, sehingga kita akan merasa menjadi orang yang paling kaya hanya dengan segelas air ditangan kita.

Rasakanlah setiap makanan yang masuk kedalam tenggorokan kita, sehingga kita tidak akan sakit kekenyangan, dan kita merasakan betapa luar biasanya Allah yang telah menciptakan lidah.

Rasakanlah setiap genggaman tangan sehingga ikatan ukhuwah adalah ikatan rantai yang tak akan pernah putus oleh apapun juga.

Rasakanlah setiap tatapan keindahan dan kelembutan yang ada disekitar kita, sehingga kita menyadari bahwa cinta adalah milik semua, dan cinta selalu ada dihati orang-orang yang beriman.

Maka, rasakanlah setiap detik, setiap nafas, setiap kedip, dan setiap perasaan yang ada dihatimu, sebelum kita tidak bisa merasakan apa-apa lagi…

Wallahu’alam…

loncat atau diam...???


Saatnya telah tiba, bagi burung kecil itu untuk pergi meninggalkan sarangnya yang hangat dan nyaman, ia harus segera terbang untuk mulai hidup sebagai burung, bukan lagi sebagai makhluk setengah burung yang hanya bisa merangkak, dan meminta belas kasihan kepada orang tuanya untuk disuapi.

Namun hal itu bukanlah persoalan yang mudah, bagi burung kecil itu, terbang sangatlah menakutkan, tidak jarang ia melihat burung-burung lain yang baru belajar terbang jatuh ke dasar jurang, ada yang terluka, lumpuh, bahkan sampai tewas seketika. Berbagai pemandangan itu sempat mengeclkan hatinya untuk bisa terbang.

Disisi lain, ia melihat saudara-saudaranya yang lain tengah asyik menari-nari menghiasi angkasa, sambil sesekali hinggap untuk mencari makan, tanpa harus susah payah kelaparan menunggu induknya untuk datang. Ia sangat tertarik dan ingin untuk bisa terbang seperti itu, akan tetapi ketakutannya terlampau besar untuk terbang.

Namun hari ini, tidak ada pilihan lain bagi burung itu kecuali ia harus bisa terbang dan mencari makan sendiri. Sudah beberapa hari ini induknya tidak datang mengantarkan makanan. Hal itu semakin memaksanya untuk bisa terbang.

Perlahan ia berdiri di tepi jurang, sungguh ini adalah pengalaman pertama bagi burung itu merasakan ketinggian yang amat dalam, semula ia menggigil ketakutan mengingat pemandangan mengerikan yang pernah ia lihat dahulu. Namun, dalam keadaan yang begitu memilukan itu tiba-tiba terdengar suara lembut yang begitu kenal, dan begitu sangat ia rindukan, induknya.
“ayo nak, kamu bisa, loncat dan kepakanlah sayapmu….” Sayu-sayu suara induknya menyemangati.

Burung kecil itu hanya menunduk, persaannya sudah tidak karuan lagi, ia tidak mampu berkata apa-apa, perlahan air matanya menetes, nafasnya sudah begitu sesak, sayap dan kakinya begitu lemas.
Kemudian ia menarik nafas, merentangkan sayapnya selebar mungkin, mengangkat dadanya, membuka mata, tatapannya begitu tajam namun penuih harapan…dengan satu hentakan ia meloncat….dan berteriak….

“ aku akan membelah angkasa……..!!!!!!!!”

Seperti itulah sahabat, hidup ini pasti akan dihadapkan pada pilihan yang begitu menyulitkan, pilihan yang terkadang menyebabkan kita sakit, lemah, atau menangis. Namun tanpa kita sadari, justru itu adalah batu loncatan untuk kita supaya menjadi lebih matang dan dewasa. Seperti hari ini, mungkin kita telah hidup nyaman, banyak teman, saudara, tempat yang kita cintai, namun kita dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu kita harus meninggalkan semuanya. Tapi itulah satu-satunya pilihan, agar kita menjadi dewasa dan menjadi lebih kuat….

Sekarang….MELONCAT ATAU DIAM…????? ITU PILHAN KITA KAWAN…