Minggu, 28 April 2013

Belajar Rendah Hati

Belajar Rendah Hati

Sebenarnya sudah beberapa minggu ini kepikiran untuk menyusun artikel ini, tapi karena banyak pertimbangan, akhirnya terus molor.. bukan kenapa-kenapa ini termasuk isu yang sensitive. Tertarik untuk membahas hal ini adalah disaat mendengar kajian Ma’rifatullah yang setiap malam jumat (kamis malam) dilaksanakan di masjid DT, pimpinan Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym.

Nah, di suatu kesempatan, Aa Gym berkesempatan menerima tamu, Syeikh Rajab namanya. Ya namanya juga syeikh pasti seorang yang terpercaya ilmu dan kapasitas ucapannya. Tipikal Syeikh, dan tipikal orang-orang berilmu lainnya juga saya kira, beliau orang yang sangat thawadhu, sangat rendah hati.
Kali ini Aa memulai kajian dengan memanjatkan do’a serta pujian, belum apa-apa isak tangis sudah mulai terdengar, Subhanallah, Air mata yang bagi sebagian orang sangat mahal. Beruntung bagi Aa Gym yang amat mudah meneteskan air mata, dalam penyebutannya akan nama Allah, ini bukan sebuah air mata yang sia-sia Insya Allah.

Nah, disaat mulai kajian ma’rifatulloh tersebut terjadi dialog antara Aa dan Syeikh Rajab. Dialog antara syeikh dan Aa yang sangat terkesan dan memoriable, dalam bahasa arab tentu nya..
“Silahkan Syeikh,anda tausiyah..”
“jangan saya.. anda saja.. saya kesini sengaja untuk belajar dari anda..” mendengar kalimat ini saya, hati saya bergetar.. Ya Allah betapa rendah hatinya beliau.
“jangan begitu syeikh.. siapa saya.. nggak pantas saya tausiyah dihadapan anda..” Ucapan Aa mulai bergetar, saya turut merasakan getaran itu, siapa juga orang yang mampu berceramah dihadapan orang sekaliber syeikh, ini seperti disuruh presentasi kajian ilmiah dihadapan professor, hanya lebih berat.
“jangan.. jangan.. anda yang lebih berhak.. saya adalah murid anda kali ini..” lagi-lagi syeikh Rajab menggambarkan kerendah hatiannya yang luar biasa.

Aa terdiam, dan mulai tausiyah tapi hanya 10 menit, setelah itu Aa berhenti, dan tidak sanggup melanjutkan. Terjadi keadaan seperti itu, menyadari aa yang sudah mulai tak sanggup berkata-kata, Syeikh Rajab mengambil suara,

“Subhanallah, inilah yang saya kagumi dari Aa Gym, beliau amat rendah hati, kelembutan hatinya mencerminkan betapa dia amat mengenal Allah, amat menyadari bahwa diri ini tidak ada apa-apanya dihadapan Allah, maka pantas jika sebut beliau sebagai Wali Allah…” terdiam sejenak.
“banyak orang menyangka apa yang saya katakan ini hanya basa-basi, memuji tanpa arti, tidak..!! seumur hidup saya, saya tidak pernah memuji seseorang pun langsung dihadapannya.. seumur hidup saya baru kali ini saya memuji orang langsung dihadapannya.. Aa Gym memang pantas..”

Saya sendiri mendengar pernyataan ini terdiam sejenak, Subhanallah, sebuah pelajaran tentang kerendahan hati dari dua orang sosok besar.. dua orang yang telah berjasa dalam perjuangan penegakan Syiar dakwah di dunia. Membandingkan diri ini yang begtu hina, kerdil, dan lemah, ah bodoh sekali jika masih ada rasa sombong dalam hati.

Kajian tersebut selesai 15 menit lebih cepat dari biasanya, sampai akhir kajian Aa Masih terdengar speechless, terasa sekali thawadu-nya, semoga Allah memuliakan mereka berdua.

Wallahu a’lam

Kamis, 25 April 2013

Hawa Nafsu

Hawa Nafsu


Nafs berarti jiwa, diri, nafsu berarti hasrat diri, dan hawa nafsu..?? hasrat yg menggebu-gebu.. haha.. jangan ikuti terminology yang sesat ini yah.. hehe. Tapi begini, yang ingin saya sampaikan adalah ada kaitan antara hawa nafsu dan nafs.. artinya antara keinginan sebagai fitrah diri sebagai manusia. Lalu jika hawa nafsu ini fitrah, kenapa sering dikambing hitamkan..???

Dalam ihya ulumiddin sendiri ada dua pengertian, 1) nafsu yang pertama digambarkan sebagai wadah sifat-sifat tercela, biasanya pemahaman ini digunakan dikalangan tashawuf sebagai bentuk penekanan atas harusnya melawan keinginan hawa nafsu yang notabene tercela. 2) Pengertian kedua, lebih ringan lagi menyatakan kalau hawa nafsu itu ya diri manusia dan dzatnya, dan disifati berdasarkan keadaan yang menyertainya.

Dilihat dari dua pengertian diatas, bisa dipahami kalau hawa nafsu sebenarnya adalah bagian dari diri yang tidak bisa dipisahkan. Maka Allah mengajarkan kita untuk memenej hawa nafsu agar terkendali. Maka fitrah ini menjadi bagian penyempurna dalam bentuk diri manusia, tentu jika dapat dikendalikan, Allah sendiri menyiapkan Syurga untuk manusia (Al-Fajr :27-30)

Jika Nafsu itu adalah fitrah, maka disetiap diri manusia yang sempurna mestinya punya nafsu. Kita dalami di pengertian no.2, maka setiap manusia memiliki hawa nafsu. Hawa nafsu tidak bisa dijadikan tolak ukur tentang derajat seseorang, yang menjadi nilai adalah bagaimana cara dia memperlakukan dan menyikapi hawa nafsu yang ada didalam dirinya. Kita tidak bisa menyalahkan orang yang ingin seks misalkan, karena itu fitrah, maka pilihannya, jika menikah akan melahirkan kebaikan, jika Zina akan melahirkan keburukan.

Lapar, Seks, kekayaan, bentuk fisik, dan yang lain sebagainya, belum bisa dikatakan sebagai hawa nafsu yang menyimpang, jika belum ada sikap yang menyertainya.

Hawa Nafsu
Sikap
Tercela
Terpuji
Seks
Zina
Nikah
Lapar
Makan berlebih
Makan sekadarnya
Kekayaan
Tamak
Dermawan
Bentuk Fisik
Takabur
Qona’ah

Nah, karena itu pula manajemen hawa nafsu pun termaktub dalam syariah, pengekangan sekaligus pemeliharaan atas hawa nafsu ini sendiri pun menjadi bagian dalam upaya syiar dakwah. Kenapa..?? Islam hadir sebagai solusi, jika manusia terlahir dengan fitrah nafsu yang bersifat “hewani”, maka Islam mengatur sedemikian rupa dengan syariahnya, agar manusia terjaga dalam kemuliaannya.

Wallahu a’lam