Damage Control Personal ala Nabi
Muhasabah tafakur
Dalam sebuah perusahaan, atau organisasi mestinya kita
mengenal dengan istilah yang satu ini, Damage Control. Ini adalah sebuah system
yang berjalan jika keadaan darurat terjadi, entah karena rugi, system crash,
atau human error. Jika dalam skala luas dan besar seperti di perusahaan tadi,
maka Damage Control adalah sebuah urutan aturan yang yang bersifat darurat dan
solutif.
Namun ternyata, Damage Control ini tidak hanya berlaku bagi
organisasi saja, ini jauh lebih dibutuhkan untuk setiap personal perorangan. Kenapa..??
karena, bagaimana pun juga sebuah organisasi mewakili sekumpulan
individu-individu yang saling mempengaruhi, terlebih seorang pemimpin. Ia harus
memiliki Damage Control terbaik dari anggota yang lainnya.
Persoalannya, setiap individu memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Ia memiliki kekhasan, keunikan, dan sifat yang mengharuskan
menyelesaikan masalahnya dengan kemampuannya sendiri. Karkateristik psikologis
yang berbeda inilah yang melahirkan berbagai reaksi yang berbeda pula di setiap
individu, ada yang marah, murung, galau, putus asa, depresi, atau bahkan sampai
sakit secara fisik.
Karena itu pulalah, sebelum kita menerapkan satu metode
Damage Control didalam diri kita, ada baiknya kita mengenal dulu siapa diri
kita. Jika kita tidak mampu memeriksakan diri ke psikolog, ya cukuplah dengan
sekedar mengetahui kebiasaan dan respon diri saat situasi terburuk terjadi pada
diri kita.
Metode Nabi
Nah salah satu respon yang seringkali ada saat situasi buruk
terjadi adalah marah, menurut saya metode ini pun bisa saja berlaku untuk
keadaan selain marah, seperti stress, depresi, putus asa, dan galau mungkin. Langsung
saja, ada 3 cara yang dianjurkan Nabi,
“Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri,
hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring.” [HR.
Ahmad]
1. Duduk
Sebelum mengambil sikap duduk, biasakan
untuk diam barang 30 detik atau lebih dari itu. Diam saja, jangan berbicara,
dan kosongkan pikiran. Atur nafas, lembutkan pandangan, lenturkan semua
syaraf-syaraf yang menegang. Setelah itu barulah duduk, masih sambil mengatur
nafas, dan mulailah mencari solusi terbaik selain dari marah-marah.
2. Berbaring
Ini bermaksud agar tubuh bisa lebih rileks
lagi, jika kemarahannya memang lebih besar. Pada dasarnya hampir sama dengan
metode atas, tapi berbaring ini memiliki kelebihan lain. Tidak ada satu pun
syaraf yang menegang secara fisik. Jika berdiri, maka kaki menopang keseluruhan
badan, yang berakibat, menekan tulang punggung, leher, dan berujung ke otak. Begitu
pun saat duduk, meski beban tidak sebesar saat berdiri, tapi tetap saja tulang
punggung masih menopang beban, yang berpengaruh pula pada tekanan di otak. Nah berbaring,
hampir tidak ada beban sama sekali di tulang punggung, maupun di otak.
3. Berwudhu
Jika, duduk dan berbaring masih belum bisa
meredakan kemarahan, maka segeralah berwudhu, dan shalat dua rakaat. Jika tubuh
dan lahiriyah sudah tidak sanggup lagi menopang beban amarah, segeralah beralih
ke control batiniyah, segeralah mengadu, dan seimbangkan kembali kondisi psikologi
agar segera menemukan solusi yang lebih baik.
ada artikel yang lebih baik di Republika