Selasa, 29 Januari 2013

cinta ( part 2 )

cinta ( part 2 )

Apakah sebuah cinta membutuhkan pelampiasan ? mengapa cinta itu hanya terartikan sebagai perasaan suka sama suka antara sepasang insan ? mengapa pikiranku terus menerus dilingkupi oleh cinta, cinta, dan cinta ? seakan dunia ini hanya hidup karena dan untuk cinta semata…
Dalam dua minggu ini, aku mandapat banyak pelajaran berharga mengenai cinta, layaknya sebuah, makanan, aku harus berusaha mencerna pelajaran itu sebaik mungkin, sehingga hakikat yang terkandung didalamnya dapat tertangkap secara tepat.
Suatu hari aku bertemu dengan seorang teman, dia bercerita tentang hubungannya dengan pacarnya, mulanya aku memberikan respon yang baik, saat dia mengeluh aku pun mencoba memberikan masukan sebaik mungkin, begitu pula saat ia berbahagia aku pun mengatakan turut berbahagia. Waktu terus berlalu, beberapa bulan sudah terlewati, temanku ini masih terus menerus bercerita mengenai hubungannya, sehingga aku pun merasa jenuh untuk mendengarkannya. Namun justru kejenuhan itu menggiringku untuk melakukan perenungan yang cukup panjang, hingga sampai pada suatu kesimpulan.
Singkatnya, ia menceritakan bahwa level hubungannya sudah dalam fase yang menurutku “mengkhawatirkan”, karena ia sudah berani melakukan yang diluar batas kewajaran dalam berhubungan dengan pacarnya, sebagai seorang remaja tentunya. Ia juga menceritakan bahwa akibat hubungannya itu mengakibatkan hubungan dengan orang tuanya semakin renggang, akibat dari orang tuanya yang melarang berpacaran. Namun ia menceritakan semuanya itu tanpa ada sedikit pun rasa bersalah.
Satu pertanyaan yang timbul di benakku, mengapa cinta itu menjadi jalan kehancuran ? mulanya ia adalah anak yang baik, setelah mengenal “cinta” ia pun menjadi anak yang “tidak” baik. Mulanya ia adalah anak yang religius, cukup rajin dalam beribadah, dan merupakan seorang santri di daerahnya, begitu juga hubungan dengan orang tuanya, mulanya sangat baik, bahkan sangat harmonis, namun, sekali lagi akibat “cinta”-nya, kini ia bukan lagi seorang santri, begitu pula dengan hubungan dengan orang tuanya yang semakin merenggang. Apakah cinta itu begitu jahat ?
Cinta itu adalah anugerah, bukan kutukan, ini satu kalimat yang sering kali aku tulis di berbagai catatan. Ya, memang seperti itu adanya, jelas ilustrasi di atas bukan arti dari “cinta” yang benar, seharusnya cinta yang benar itu mengarahkan kita menjadi pribadi yang baik, kenapa ? karena cinta itu berasal dari Yang Maha Baik.
Sulit memang untuk mampu mengerti dan memahami hakikat dari cinta, kalau emikiran kita hanya masih terpaku dan dibatasi bahwa arti cinta itu hanya sebatas perasaan suka yang dibuktikan dengan rasa sayang, rindu, dan lainnya. Andaikan cinta itu hanya sebatas perasaan suka yang di apresiasikan hanya dengan sikap nafsu semata, maka sudah barang tentu, cinta itu haram. Namun, kata cinta ini sendiri digunakan oleh Allah dalam Al qur’an, yang berarti cinta itu halal adanya, yaitu cinta yang memiliki pengertian yang lebih luas dari pengertian yang disebutkan diatas.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Ali-Imran : 31 )
Kesadaran inilah yang amat berat, melihat semua kenyataan itu, apakah ilustrasi diatas dapat dikatakan cinta ? ya, itu adalah cinta, namun bila dipersentasekan, cinta yang terkandung didalamnya hanya 10% saja, sisanya tidak lebih dari nafsu semata. Pertanyaannya, seberapa banyak cinta yang sperti ini terdapat di masyarakat ? banyak.

Cinta itu tidak buta
Seharusnya cinta itu tidak buta dan tidak menyebabkan kebutaan, namun realitas yang terjadi kita sendiri yang membutakan cinta dan membiarkan mata kita dibutakan oleh cinta. Hal inilah yang mendasari kenapa orang menganggap semua yang disukainya adalah baik, semua yang cantik adalah baik, semua yang tampan adalah baik, itu terjadi karena dia membutakan cintanya sendiri, setelah itu ia pun menganggap semua hal yang berkaitan dengan cintanya itu adalah hal yang baik pula, hingga pada akhirnya ia menjadi buta dengan berpedoman pada cinta yang juga buta, menyedihkan.
Seharusnya, cinta itu tidak buta, ia memiliki pandangan yang luas dan mendamaikan, ia akan mampu memberikan pengaruh positif kepada siapapun yang ada disekitarnya, itulah misi Islam, menyebarkan ajarannya dengan cinta dan kasih sayang, karena Islam adalah Rahmatan Lil’alamin. Inilah alasan kenapa para shahabat terdahulu melaksanakan segala perintah Rasulullah, baik dalam keadaan suka ataupun duka, menerima dengan ikhlas berbagai siksaan dan ancaman yang datang dari kaum kafir Quraisy, saling bertoleransi kepada penduduk yahudi madinah tatkala mereka berhijrah, dan senantiasa mengikuti berbagai peperangan dengan Rasulullah, mengorbankan jiwa dan raga demi tegaknya agama Islam, tidak lain ini karena mereka telah merasakan rasa cinta yang abadi dan sejati, yaitu cinta kepada Allah dan Rasulullah.
Layaknya sebuah pisau bermata dua, ketika kita lalai menggunakannya ia dapat membunuh kita dengan tajamnya, begitu juga sebaliknya, ketika kita terlalu asyik bermain, mungkin bisa membunuh teman kita juga. Oleh karena itu, berhati – hatilah dalam melangkah, terutama yang berkaitan dengan cinta, alih – alih saling menyayangi, malah saling menyakiti…be care your self…with love…
Wallahu ‘alam
Perhatian ibuku

Perhatian ibuku


Bagiku ini mungkin cerita yang agak mengharukan ( siap2 tisu..!! ). Ceritanya aku yang sangat ngedrop baik fisik maupun mental akibat sakit yang diderita.. hmmm saat itu baru terpikir, kemana ya teman-temanku..?? teman yang dulu sewaktu sekolah dan di luar begitu sangat kupentingkan, sangat kubanggakan, selalu ceria bersama, tapi sekarang.. kok nggak ada ya..

Kesepian.. jiaaaahhh.. pada saat seperti itu, dimana mental sedang ambruk-ambruknya. Tiba-tiba pada suatu sore datang segerombolan ibu-ibu menyerang rumahku.. hmm maksudnya berkunjung.. mereka berniat mau menjengukku.. nah lho..! saat itu aku memang agak kaget, kok..?? mereka perhatian ya..?? sembari ngobrol khas ibu-ibu, kadangkala mereka menyelipkan harapan-harapan, doa, dan cerita kenangan mereka bersama ibuku. Tentu saja dimana keadaanku saat itu sangat menarik untuk memperhatikan cerita mereka.

Mereka adalah ibu yang bersahaja, tampilannya sederhana, sebagian dengan sarung sebagian lagi dengan baju kurung khas ibu-ibu pengajian madrasah, tapi tidak mengurangi keanggunan, kesahajaan, dan kewibawaan mereka, meski umur mereka mungkin sudah hampir 50 tahunan. Mereka jauh dari sifat centil dan genit, malah mereka adalah tokoh masyarakat yang berwibawa dan disegani masyarakat. Tak sungkan mereka duduk di lantai, atau hanya berdiri saja dekat pintu mengingat kamarku yang agak sempit, sedang aku sendiri sedang terbaring lemah.. ( eh kok jadi serius ya..?? hehe..)

Mereka mengingatkan perjuangan alm. Ibuku saat membangun madrasah, membina pengajian, bahkan sampai mengobok-obok politik tingkat desa.. ( he.. kejam ya.. ), mereka asyik bernostalgia dengan ceritanya. Sampai mereka memberiku harapan untuk meneruskan perjuangan itu.. hmmm..

Aku tahu, mereka, ibu-ibu pengajian, tak serta merta datang menjenguk, memberi perhatian, mendoakan, dan menaruh harapan padaku yang hanya seorang remaja yang tengah sakit. Tapi mereka adalah warisan besar yang yang ditinggalkan alm.ibuku, mereka siap menggantikan kehadiran sosok seorang dalam kehidupanku dan siap mendukungku untuk melanjutkan perjuangannya. Umurnya mungkin senja tapi semangatnya, luar biasa.

Mungkin lebay juga ya perasaanku saat itu, atau saat menulis ini. Tidak tahu kenapa perasaan itu begitu besar, aku sangat menghargai kesediaan mereka untuk memperhatikanku walau sesederhana itu. Mungkin ini akibat kerinduan pada sosok seorang ibu yang menua bersamaku, membimbing, dan mendewasakanku hmm..

Pertemuan itu berakhir dengan sebuah doa sederhana yang terucap dari mereka, “enggal damang we lah.. masih panjang pan lalakonna..”  hehehe ada-ada saja..

Bagiku, mungkin ibu kandungku sudah tiada, tapi masih banyak ibuku ada disini.. J

Wallahu ‘alam