Garudaku apa kabarmu..??
Muhasabah point of viewDulu, kulihat ibu pertiwi sedang bersusah hati. Air matanya terkadang melinang, namun lembut. Tapi sekarang, tampaknya dia sakit. Air matanya sudah kering, dan wajahnya sudah dingin menandakan ketidak peduliannya lagi pada sekitar. Biarlah hutan gunung dan lautan yang dulu dibanggakan, sekarang tak terurus. Biar mereka dijarah, dibakar, diperebutkan, bahkan mereka saksi setiap insiden berdarah dibumi, yang bernama pertiwi ini.
Sungguh, aku tidak tega melihatmu seperti itu, pertiwi. Tapi aku tak sanggup. Aku kecil. Sedangkan lawan-lawanku dan lawan-lawanmu, adalah raksasa rahwana buas yang kejam, monster. Aku bagai sudra didepan mereka. Aku, dan teman-temanku hanya bisa berteriak-teriak, di balik pagar besi dan kawalan ksatria berseragam coklat, sayang mereka dibawah perintah bangsawan, yang ternyata adalah monster rahwana. Mereka.?? Melenggang tak mendengar, dan banyak berkilah. Ah, kami marah, kami rusak pagar, kami lawan para ksatria, dan kami di pukul, kami ditembak gas air mata, kami di semprot meriam air, bahkan kami ditembak peluru tajam. Maaf, pertiwi kami khilaf, kami malah menumpahkan darah lebih banyak lagi.
Kini, disebuah sudut disenayan, sebuah gedung berdiri kokoh. Aku mencoba masuk kesana dengan sedikit elegan, jangan Tanya berapa, eh bagaimana.. karena aku sendiri lupa. Aura negative begitu terasa disana, ah sepertinya ini yang membuat pertiwi sakit. Aku berjalan, sambil menahan bau yang agak busuk, meski dibeberapa tempat sempat wangi. Gedung utama, mereka sedang rapat, meski tidak semua, alunan merdu dengkuran hamper saja membuatku terlena, indah. Aha, ada kursi kosong disana, atau banyak kursi kosong disana, hmm banyak sekali. Aku turun dan menghampiri salah satu kursi. Coba ah. Hampir saja tubuhku mendarat, tiba-tiba kursi bergeser . gubrak, jatuh yang agak menyakitkan. Aku coba lagi, dan kursinya bergeser lagi. Kini aku ikat kursi itu, dan kupaksakan duduk disana, tiba-tiba alarm menyala, dan kursi berubah menjadi sangat panas, sembari sebuah tulisan keluar di layar utama. Maaf, anda duduk di kursi seharga 24 juta rupiah, sementara pantat anda hanya seharga 5 juta rupiah. Ow, inikah tempat duduk para rahwana..??
Setelah berhasil mendapatkan tempat duduk dari kayu. Aku memperhatikan sebuah burung. Burung yang kurasa sudah sangat kukenal. Wajahnya menghadap ke kanan, tapi dengan mata terpejam. Bulu-bulunya sebagian sudah rontok, tampaknya dia stress. Ooohhh, inikah garudaku..?? , garuda yang dulu sering kunyanyikan, yang sering kuhafal, yang sering kubanggakan, dan yang sering kugambar..?? sekarang..?? bahkan rantai di lehernya telah putus sebelah, menyisakan ketidak seimbangan pada perisainya, dan kini ia terbalik. Apa yang mereka lakukan padamu,garudaku..?? apakah mereka sudah tidak ingat lagi dengan pancasilamu..?? atau mereka sengaja membalikkannya..?? aku tersenyum kecut.
Pertiwi, aku pulang. Maaf aku tidak bisa berbuat banyak. Sebaiknya kita berdoa saja, bu, semoga ada arjuna, atau banyak arjuna lahir dibumi ini. Pertiwi tersenyum. Ya, aku dan dia tahu hanya Allah yang bisa menyelamatkan negeri ini.
Sungguh, aku tidak tega melihatmu seperti itu, pertiwi. Tapi aku tak sanggup. Aku kecil. Sedangkan lawan-lawanku dan lawan-lawanmu, adalah raksasa rahwana buas yang kejam, monster. Aku bagai sudra didepan mereka. Aku, dan teman-temanku hanya bisa berteriak-teriak, di balik pagar besi dan kawalan ksatria berseragam coklat, sayang mereka dibawah perintah bangsawan, yang ternyata adalah monster rahwana. Mereka.?? Melenggang tak mendengar, dan banyak berkilah. Ah, kami marah, kami rusak pagar, kami lawan para ksatria, dan kami di pukul, kami ditembak gas air mata, kami di semprot meriam air, bahkan kami ditembak peluru tajam. Maaf, pertiwi kami khilaf, kami malah menumpahkan darah lebih banyak lagi.
Kini, disebuah sudut disenayan, sebuah gedung berdiri kokoh. Aku mencoba masuk kesana dengan sedikit elegan, jangan Tanya berapa, eh bagaimana.. karena aku sendiri lupa. Aura negative begitu terasa disana, ah sepertinya ini yang membuat pertiwi sakit. Aku berjalan, sambil menahan bau yang agak busuk, meski dibeberapa tempat sempat wangi. Gedung utama, mereka sedang rapat, meski tidak semua, alunan merdu dengkuran hamper saja membuatku terlena, indah. Aha, ada kursi kosong disana, atau banyak kursi kosong disana, hmm banyak sekali. Aku turun dan menghampiri salah satu kursi. Coba ah. Hampir saja tubuhku mendarat, tiba-tiba kursi bergeser . gubrak, jatuh yang agak menyakitkan. Aku coba lagi, dan kursinya bergeser lagi. Kini aku ikat kursi itu, dan kupaksakan duduk disana, tiba-tiba alarm menyala, dan kursi berubah menjadi sangat panas, sembari sebuah tulisan keluar di layar utama. Maaf, anda duduk di kursi seharga 24 juta rupiah, sementara pantat anda hanya seharga 5 juta rupiah. Ow, inikah tempat duduk para rahwana..??
Setelah berhasil mendapatkan tempat duduk dari kayu. Aku memperhatikan sebuah burung. Burung yang kurasa sudah sangat kukenal. Wajahnya menghadap ke kanan, tapi dengan mata terpejam. Bulu-bulunya sebagian sudah rontok, tampaknya dia stress. Ooohhh, inikah garudaku..?? , garuda yang dulu sering kunyanyikan, yang sering kuhafal, yang sering kubanggakan, dan yang sering kugambar..?? sekarang..?? bahkan rantai di lehernya telah putus sebelah, menyisakan ketidak seimbangan pada perisainya, dan kini ia terbalik. Apa yang mereka lakukan padamu,garudaku..?? apakah mereka sudah tidak ingat lagi dengan pancasilamu..?? atau mereka sengaja membalikkannya..?? aku tersenyum kecut.
Pertiwi, aku pulang. Maaf aku tidak bisa berbuat banyak. Sebaiknya kita berdoa saja, bu, semoga ada arjuna, atau banyak arjuna lahir dibumi ini. Pertiwi tersenyum. Ya, aku dan dia tahu hanya Allah yang bisa menyelamatkan negeri ini.