“Prof. Anu, lulus
sekolah tahun 1997, kemudian melanjutkan S1 hingga lulus tahun 2001 dan S2 pada
tahun 2004. Mendapat gelar professor di usia yang relatif muda yaitu pada umur
30 tahun. Telah membangun kerjaan bisnis sejak remaja, hingga kini berhasil
meraih omzet milyaran rupiah per pekan.”
Sejenak ketika
kita melihat biografi orang-orang sukses, mungkin kita akan sedikit menghela nafas.
Perjalanan hidup mereka seakan mudah, dan terkonsep hanya untuk kesuksesan, dan
terkadang tidak jarang pula berbanding terbalik dengan yang kita alami saat
ini.
Perjalanan yang
terlihat nampak sederhana itu setidaknya berhasil memukau kita. Yah meski
perjalanan hidup yang sebenarnya tidak mampu kita baca secara utuh hanya
sekedar dari beberapa kalimat saja bukan.?
No Pain No Gain
Tidak ada
kesuksesan tanpa perjuangan, mungkin itu kalimat yang tepat untuk tetap
menyadarkan kita bahwa segala sesuatu itu membutuhkan usaha. Entah maksud apa
yang ingin di sampaikan oleh banyak orang penulis biografi orang-orang sukses,
yang pasti kita nampaknya harus tetap membumi.
Kenyataannya, dan
saya yakin 1000% bahwa berbagai kesuksesan yang telah seseorang raih itu pasti
didapat setelah melalui berbagai perjuangan dan kendala. Ini adalah sebuah
mekanisme kehidupan, sebuah sunnatullah yang pasti terjadi pada setiap diri
manusia yang telah Allah tentukan kadarnya.
Dari ilustrasi
diatas saja misalnya, kita tidak bisa meraih informasi yang sempurna terkait
apa saja hal yang terjadi sepenjang usia mudanya. Pertanyaan-pertanyaan seperti
bagaimana kondisi kekayaan keluarganya, kondisi mental atau IQ-nya, berapa kali
mengalami kegagalan, depresi dan frustasi, dan berbagai pertanyaan lainnya. Kita
akan mengira-ngira berbagai hal yang mungkin saja telah ia alami demi meraih
kesuksesannya tersebut.
Katakanlah ini
merupakan sebuah prasyarat yang harus kita tempuh demi meraih kesuksesan yang di
inginkan. Karena itu, saya pribadi senantiasa menggunakan sebuah teks biografi
sederhana itu hanya sebatas motivasi atau bahkan hanya sekilas info saja.
Kesuksesan Berlandaskan Tauhid
kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. |
Q.S. Surah Ali
Imran Ayat 89
Dari penggalan
ayat diatas, dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lainnya telah menjelaskan
bagaimana kedudukan manusia di hadapan Allah. Bagaimana kedudukan dan hak yang
dimiliki oleh makhluk di hadapan Sang Khalik sebagai pencipta dan pengatur dari
segala sendi kehidupan.
Maka ketika
berbicara terkait aqidah, maka kita mengenal kata-kata seperti Takdir dan Nasib,
Lauh Mahfuz, dan ketentuan-ketentuan lain yang sifatnya absolut disisi Allah.
Meski ada berbagai variabel kemungkinan yang memungkinkan perubahan yang
terjadi, namun hakikatnya kemungkinan itu pun telah menjadi bagian dari yang
telah Allah tentukan.
Sebuah ilustrasi
sederhana, dari para sahabat rasulullah misalnya, Abdurrahman bin Auf adalah
salah seorang sahabat yang terkenal karena kekayaannya. Dalam peristiwa hijrah
pun diceritakan bahwa, Abdurrahman bin Auf telah rela meninggalkan semua harta
kekayaannya di Mekah. Akan tetapi, apa yang terjadi setibanya di Madinah ?
tidak berselang lama, Abdurrahman bin Auf pun berhasil kembali menjadi orang
kaya setelah menguasai perekonomian di Madinah. Sebuah hadist mengatakan,
seandainya Abdurrahman bin Auf itu berjalan, maka ketika ia menunduk
seolah-olah ia dengan mudah menemukan emas sebesar biji kurma. Hal ini adalah
perumpamaan bagaimana Allah begitu memudahkan kekayaan itu bagi Abdurrahman bin
Auf.
Namun, tentu
timbul pertanyaan, lantas apakah sahabat Nabi yang lain yang miskin, hal itu
disebabkan kelalaian dan kemalasan ? Sebagai sebuah komunitas yang hidup paling
dekat dengan Rasulullah nampaknya hal itu bukanlah sebuah karakter yang ideal.
Kita tahu bagaimana beratnya perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya dalam
menegakan agama ini. Maka satu jawaban yang pasti untuk menjawab ini adalah,
hal tersebut adalah takdir dari Allah SWT.
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).Q.S. Surah Hud Ayat 6
Korelasi antara Takdir dan
Ikhtiar
Sebelum lebih
jauh saya ingin mengingatkan, bahwa bagi kaum muslimin, duniawi dan segala hal
yang bersifat materi bukanlah tolak ukur kesuksesan. Kita memahami jika dunia
dan segala hal materi tersebut hanyalah sebuah pencapaian ikhtiar guna
melanjutkan ke tahap kesuksesan yang lebih hakiki yaitu Syurga.
Karena itu,
setelah kita memahami tentang takdir dan berbagai hal yang telah Allah tentukan
dalam kehidupan kita, maka kita akan mengupayakan sebuah pencapaian ikhtiar
yang terbaik yang bisa di upayakan. Gelar profesor bukanlah sebuah tolak ukur
kesuksesan, akan tetapi bagaimana dengan gelarnya tersebut bisa menjadikannya
sebagai manusia terbaik yang bermanfaat bagi umat, atau kekayaan itu bukanlah
tolak ukur akan sebuah kesuksesan, akan tetapi bagaimana dengan kekayaannya
tersebut bisa menjadikan pribadi yang dermawan dan berkontribusi terhadap
berbagai perjuangan islam.
Nah, dengan
demikian, seorang muslim akan memahami jika takdir dan ikhtiar yang tengah ia
jalani sejatinya adalah sebuah jalan untuk meraih “kesuksesan-kesuksesan kecil”
dan akan mengantarkannya ke kesuksesan yang lebih besar.
Q.S. Al Ankabut ayat 2
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
Wuah ngantuk..
Belum beres..
nanti lanjut lagi...
Menjadi Sukses ? Ini yang Harus Kita Renungkan
4/
5
Oleh
kanghadad.com