Kamis, 21 Februari 2013

Nasib Calon Independen

Menjelang pilgub jabar, sedikit mereview kebelakang tentang beberapa calon. Seperti kita ketahui, calonnya berturut-turut yaitu,
1.       Dikdik – Toyib (independen)
2.       Yance – Tatang (golkar)
3.       Dede – Laksamana (democrat)
4.       Aher – Dedi Mizwar (PKS)
5.       Rieke – Teten (PDI-P)

Nah, sampai menjelang pemilu ini ada sebuah catatan menarik, bagaimana kita mengukur kefektivitasan dari calon independen. Beberapa tahun kebelakang, beberapa pilkada memang mulai diramaikan oleh calon-calon independen. Calon independen ini lebih memilih berpolitik dengan idealism nya sendiri, tanpa ada tekanan, bahkan dukungan dari partai politik. Sepintas memang cara ini terlihat seperti nekad, karena pada akhirnya mesin kampanye akan jauh kalah dibandingkan calon yang diusung oleh partai politik.

Contohnya adalah kampanye yang terjadi di jabar, terutama di lingkungan saya sendiri (Cianjur). Baru saja keluar rumah, saya sudah disuguhi banner kecil, pasangan no. 4. Disepanjang jalan raya, berjajar banner besar pasangan no. 2, dengan janji 500 juta per desa per tahun. Belum minggu yang lalu ramai pasangan no. 3 kampanye di car free day, dan jangan lupa keseriusan “blusukan” pasangan no. 5, sampai-sampai mendatangkan rano karno, dan jokowi. Pertanyaannya, kemana pasangan no 1..??

Ya, melihat jajaran banner saja, saya hampir tidak menemukan pasangan no.1, atau mungkin ada, tetapi sebagai orang awam, ketika melihat banner yang ada di kepala adalah warna..!! ya, warna melambangkan partai pengusung, kuning, biru, putih, dan merah. Nah, mungkin gara-gara pasangan no.1 ini “gak berwarna” akhirnya ya tidak kelihatan. :P

Jika calon-calon lain kampanye dengan “wah”, arak-arakan, dengan massa yang banyak. Saya cukup kaget dengan kampanya pasangan independen ini. Saat itu saya baru saja belanja dari mini market dekat rumah, tiba-tiba terdengar pengeras suara, nggak jelas, tapi saya piker “ah paling juga tukang obat..”, begitu keluar, ternyata pengeras suara itu berasal dari sebuah mobil yang berkampanye pasangan independen, hanya sebuah mobil..!! tanpa arak-arakan, tanpa keramaian, hmm.

Oh iya, bahkan saat artikel ini disusun pun saya mesti googling dulu untuk mencocokan nama, agak lupa.. hehe. Tetapi disaat googling itu baru saya “ngeh” ternyata pasangan no.1 ini dinobatkan sebagai calon paling kaya diantara calon-calon lainnya. Disini saya mulai sadar, bahwa jika modal kampanye dijadikan sebagai landasan berpolitik, mestinya itu sudah cukup untuk bersaing dengan calon-calon yang diusung partai besar, tetapi kenyataannya itu tidak cukup. Ya, berpolitik tidak hanya berbicara perihal kampanye, ada idelisme yang mesti dijual.

Pada akhirnya, berpolitik seperti sebuah system marketing kompleks, dan pemilu seperti sebuah bazar. Pada dasarnya semua calon sama, memiliki produk sama, tetapi cara menjual idealism nya itu lah yang berbeda. Jika strategi politik masih tetap sama, saya masih ragu calon independen akan berkembang di masa yang akan datang.


sumber gambar

Artikel Terkait

Nasib Calon Independen
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email